jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mendesak BPH Migas meningkatkan pengawasan pada BBM bersubsidi.
Menurut dia, kebocoran BBM di berbagai daerah masih sering terjadi. Akibatnya peruntukan BBM bersubsidi menjadi tidak tepat sasaran, sehingga merugikan masyarakat.
BACA JUGA: Konsumsi BBM di SPBU Tol Trans Jawa Naik Hingga 400 persen
"Itu berdasarkan pengalaman, sebagaimana yang dilaporkan BPH Migas kepada Komisi VII DPR RI," kata Mulyanto dalam keterangan yang diterima JPNN.com, Jumat (19/2).
Berdasarkan data temuan BPH Migas sejak 2017, jumlah kasus penyalahgunaan BBM masih meningkat tajam. Temuan penyimpangan sebanyak 187 kasus pada 2017, bertambah menjadi sebanyak 260 kasus pada 2018 dan meningkat menjadi 404 kasus penyimpangan pada 2019.
BACA JUGA: Pertamina Jamin Stok BBM, Elpiji, dan Avtur Aman Selama Libur Nataru
Di sisi lain pada 2019 terjadi over kuota solar bersubsidi sebesar 1,7 juta kilo liter.
"Ini adalah temuan yang tidak boleh dianggap enteng. Perlu kerja yang sungguh-sungguh untuk mengurangi atau bahkan menghapus temuan-temuan penyimpangan tersebut," ujar Mulyanto.
BACA JUGA: Tak ada Jalan Lain, Kementerian ESDM Harus Revisi Aturan Pendistribusian BBM Jenis Premium
Karena itu Mulyanto mendesak BPH Migas mempercepat implementasi sistem digitalisasi nozel SPBU yang akan dioperasikan Pertamina. Tujuannya agar pengawasan penyaluran BBM lebih ketat.
"Jasi volume BBM bersubsidi yang dibayar oleh pemerintah akan didasarkan pada volume BBM yang keluar dari nozel SPBU, bukan pada titik transportasi atau depo BBM," jelas Mulyanto.
Sementara itu, melalui sistem ini pembelian BBM pada malam hari juga akan terekam.
Terlebih lagi bila sistem ini sudah dapat mencatat nomor polisi kendaraan secara otomatis.
"Maka akan diketahui lebih cepat dan rinci terkait lokasi, kapan, kendaraan dengan nomor polisi berapa, serta berapa banyak volume BBM bersubsidi yang dijual kepada masyarakat," ucap dia.
Dia menyebutkan, saat ini, titik serah terima BBM masih di tingkat depo bukan di tingkat SPBU. Hal itu menyebabkan data distribusi BBM antara depo dan SPBU kurang begitu jelas akuntabilitasnya.
"Titik ini harus mendapat perhatian secara serius," tandas Mulyanto.(mcr10/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Elvi Robia