DPR Desak Izin Ekspor Freeport Tak Diperpanjang

Kamis, 08 Desember 2016 – 06:59 WIB
Tambang Freeport di Papua. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah untuk tidak merekomendasikan perpanjangan izin ekspor PT Freeport Indonesia yang habis pada 12 Januari tahun depan.

Hal itu disampaikan saat menggelar rapat dengar pendapat umum dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, PT Freeport Indonesia dan PT Petrokimia Gresik. 

BACA JUGA: Membangkitkan Optimisme Industri Pengolahan Kayu

Rapat yang berlangsung kurang lebih sekitar tiga jam itu menghasilkan kesimpulan sementara dari pihak DPR RI.

”Kami mendesak Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba, red) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM, red) tidak memberikan rekomendasi,” ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Syaikhul, Islam Ali kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (7/12).

BACA JUGA: Gandeng BPPT, Menhub Budi Minta Alat ini Diproduksi Massal

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, PT Freeport Indonesia tidak melaksanakan komitmen pembangunan pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.

Artinya, mereka telah melanggar pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

BACA JUGA: Armada Terbatas, Pelni Siasati dengan Cara ini

Atas alasan itulah komisi energi meminta pemerintah tidak memberikan perpanjangan izin ekspor.

Selanjutnya, Komisi VII juga memerintahkan pihak-pihak yang terlibat dalam rapat untuk memberikan jawaban secara tertulis atas kesimpulan rapat.

”Komisi VII meminta jawaban tertulis atas semua pertanyaan anggota paling lambat tanggal 14 Desember 2017,” paparnya.

Presiden Direktur Freeport Chappy Hakim mengatakan, pada 11 Januari 2017, izin ekspor konsentrat Freeport akan berakhir. 

Karena itu, diharapkan ada win-win solution yang bisa disepakati. 

”Ada satu keputusan yang sifatnya win-win solution, baik untuk Freeport dan terutama untuk Papua dan Indonesia,” ujarnya usai rapat.

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara itu memberi catatan, keputusan yang diambil pemerintah nantinya tetap mengacu pada peraturan yang berlaku. 

”Kami berharap bahwa keputusan yang diambil itu tidak melanggar undang-undang dan regulasi yang ada,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengungkapkan, pemerintah akan tetap mengikuti peraturan yang ada mengenai ketentuan pemegang kontrak karya dalam memperoleh izin ekspor konsentrat. 

Dia pun menjamin bahwa pemenuhan janji Freeport untuk membangun smelter akan selalu jadi perhatian pemerintah.

Jika smelter Freeport tak kunjung ada perkembangan, lanjutnya, maka mereka harus membayar bea keluar (BK) untuk mengantongi izin ekspor konsentrat. 

”Pemerintah tetap memberikan hukuman dalam bentuk BK. Karena BK juga membuat keekonomian cashflow mereka terganggu. Jadi pemerintah tetap komitmen bahwa smelter dan hilirisasi harus berhasil,” pungkas Bambang. (aen/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemilik Mercy Dapat Diskon Servis Hingga 24 Desember


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler