JAKARTA - Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Indonesia (ARUP), DR Rizal Ramli mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk tim khusus membahas kemungkinkan menghentikan pengalokasian anggaran hingga Rp60 triliun tiap tahun untuk subsidi bunga obligasi rekapitalisasi (OR) perbankan. Menurut Rizal Ramli, langkah ini mendesak dilakukan agar struktur APBN benar-benar bermanfaat bagi sebagian besar rakyat Indonesia yang sangat membutuhkan.
“Sejak 2003 APBN kita mengalokasikan dana sekitar Rp60 triliun tiap tahun untuk subsidi obligasi rekapitalisasi perbankan. Ini adalah subsidi untuk para bankir yang sudah sangat kaya raya. Celakanya, subsidi itu akan terus berlanjut hingga tahun 2033. Pada saat yang sama, pemerintah justru menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan dalih untuk menyelamatkan APBN. Ini jelas ketidakadilan luar biasa yang harus segera dihentikan,” kata DR Rizal Ramli, di Jakarta, Rabu (26/6).
Menurut Rizal, pengalokasian anggaran untuk mensubsidi perbankan ini memang tidak banyak diketahui publik. Pasalnya, di APBN pos ini tidak muncul dengan nama yang eksplisit subsidi bunga obligasi rekap. "Pemerintah telah menyamarkan pos pembayaran obligasi rekap perbankan ini dengan nama pembayaran surat utang negara (SUN)," ungkap Rizal Ramli.
Karena itu, Rizal Ramli mendesak DPR membentuk tim khusus untuk membahas alokasi OR ini. Kalau perlu dibentuk Pansus guna menelusuri mengapa pemerintah setiap tahun tetap mengalokasikan dana puluhan triliun rupiah untuk mensubsidi orang-orang yang sudah sangat kaya raya.
Berangkat dari fakta tersebut, Rizal menegaskan keberpihakan pemerintah dan DPR terhadap rakyat kecil memang patut dipertanyaakan. Harga BBM dinaikkan sementara ada 73 juta pengendara motor yang setiap hari mengkonsumsi BBM. Klaim bahwa BBM banyak dikonsumsi orang kaya seperti yang selama ini disampaikan pemerintah, tidak benar. Penghematan yang diperoleh dari dinaikkannya harga BBM jauh lebih kecil dibandingkan subsidi bunga obligasi rekap perbankan tersebut.
“Rakyat kena pukulan telak tiga kali berturut-turut terkait kenaikan harga BBM. Pertama, ketika kenaikan baru diwacanakan, harga-harga langsung naik. Pukulan kedua, ketika DPR menyetujui APBNP 2013. Pukulan ketiga, saat pemerintah memutuskan harga BBM naik, harga-harga kembali naik. Apalagi keputusan ini justru diambil saat menjelang puasa, lebaran dan tahun ajaran baru. Rakyat benar-benar babak-belur dibuatnya,” ungkap Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini. (fas/jpnn)
“Sejak 2003 APBN kita mengalokasikan dana sekitar Rp60 triliun tiap tahun untuk subsidi obligasi rekapitalisasi perbankan. Ini adalah subsidi untuk para bankir yang sudah sangat kaya raya. Celakanya, subsidi itu akan terus berlanjut hingga tahun 2033. Pada saat yang sama, pemerintah justru menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan dalih untuk menyelamatkan APBN. Ini jelas ketidakadilan luar biasa yang harus segera dihentikan,” kata DR Rizal Ramli, di Jakarta, Rabu (26/6).
Menurut Rizal, pengalokasian anggaran untuk mensubsidi perbankan ini memang tidak banyak diketahui publik. Pasalnya, di APBN pos ini tidak muncul dengan nama yang eksplisit subsidi bunga obligasi rekap. "Pemerintah telah menyamarkan pos pembayaran obligasi rekap perbankan ini dengan nama pembayaran surat utang negara (SUN)," ungkap Rizal Ramli.
Karena itu, Rizal Ramli mendesak DPR membentuk tim khusus untuk membahas alokasi OR ini. Kalau perlu dibentuk Pansus guna menelusuri mengapa pemerintah setiap tahun tetap mengalokasikan dana puluhan triliun rupiah untuk mensubsidi orang-orang yang sudah sangat kaya raya.
Berangkat dari fakta tersebut, Rizal menegaskan keberpihakan pemerintah dan DPR terhadap rakyat kecil memang patut dipertanyaakan. Harga BBM dinaikkan sementara ada 73 juta pengendara motor yang setiap hari mengkonsumsi BBM. Klaim bahwa BBM banyak dikonsumsi orang kaya seperti yang selama ini disampaikan pemerintah, tidak benar. Penghematan yang diperoleh dari dinaikkannya harga BBM jauh lebih kecil dibandingkan subsidi bunga obligasi rekap perbankan tersebut.
“Rakyat kena pukulan telak tiga kali berturut-turut terkait kenaikan harga BBM. Pertama, ketika kenaikan baru diwacanakan, harga-harga langsung naik. Pukulan kedua, ketika DPR menyetujui APBNP 2013. Pukulan ketiga, saat pemerintah memutuskan harga BBM naik, harga-harga kembali naik. Apalagi keputusan ini justru diambil saat menjelang puasa, lebaran dan tahun ajaran baru. Rakyat benar-benar babak-belur dibuatnya,” ungkap Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lobi Haji Khusus Berjalan Mulus
Redaktur : Tim Redaksi