JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) harus terbuka dan menyambut kehadiran serta peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam proses pembentukan undang-undang (UU). Amanah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan hal tersebut diharapkan tidak sampai menjadi polemik.
"Persoalan yang paling inti dan sejatinya, DPR welcome tidak" Mau tidak terima DPD?" tanya Ketua MK, M Akil Mochtar di gedung MK Rabu (13/6). Sikap legawa DPR dinilai sangat penting agar sistem tetap berjalan dan kondusif.
Akil mengakui, beberapa anggota DPR memang mempertanyakan posisi DPD dalam pembentukan UU yang sebelumnya murni kewenangan legislatif. Pertanyaan itu muncul setelah MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi atas UU Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Putusan MK itu menyatakan bahwa DPD dilibatkan dalam penyusunan Program Legislasi Nasional bersama DPR dan pemerintah.
"Sudah jelas dalam amar putusan bagaimana pola pembahasannya. DPD memang tidak terlibat semua, hanya UU tertentu terkait daerah, pembahasan otonomi, perimbangan keuangan pusat dan daerah, dan sebagainya. Tidak semua," ungkapnya.
Sebelumnya, terkait dengan UU tersebut, DPD memang sebatas mengusulkan kepada DPR, tetapi tidak ikut membahas. Pembahasan hanya dilakukan antara DPR dan pemerintah. Tetapi, saat ini pembahasan harus bersama, bertiga.
Namun, DPD hanya ikut membahas di tingkat dasar. Teknisnya, DPR diwakili alat kelengkapannya seperti panitia khusus (pansus), komisi, atau badan. Pemerintah biasanya diwakili menteri terkait. Begitu juga DPD yang harus mengutus wakilnya.
Di tingkat terakhir, DPD boleh hadir, namun tidak mengambil keputusan. "Keputusan itu tetap menjadi milik antara DPR dan presiden. Hak membentuk undang-undang itu tetap DPR dan presiden. Bisa saja, saat RUU akan disahkan, presiden tidak setuju. Kan nggak jadi undang-undangnya," ujarnya.
Meski begitu, kehadiran DPD dalam pembahasan di tingkat awal sebuah UU itu saja sudah merupakan kemajuan besar. Sebelumnya, DPD hanya bisa mengajukan ke DPR melalui badan legislatif (baleg) dan setelah itu tidak ikut dalam pembahasan. "Ini sudah jauh berubah," tegasnya. (gen/c5/fat)
"Persoalan yang paling inti dan sejatinya, DPR welcome tidak" Mau tidak terima DPD?" tanya Ketua MK, M Akil Mochtar di gedung MK Rabu (13/6). Sikap legawa DPR dinilai sangat penting agar sistem tetap berjalan dan kondusif.
Akil mengakui, beberapa anggota DPR memang mempertanyakan posisi DPD dalam pembentukan UU yang sebelumnya murni kewenangan legislatif. Pertanyaan itu muncul setelah MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi atas UU Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Putusan MK itu menyatakan bahwa DPD dilibatkan dalam penyusunan Program Legislasi Nasional bersama DPR dan pemerintah.
"Sudah jelas dalam amar putusan bagaimana pola pembahasannya. DPD memang tidak terlibat semua, hanya UU tertentu terkait daerah, pembahasan otonomi, perimbangan keuangan pusat dan daerah, dan sebagainya. Tidak semua," ungkapnya.
Sebelumnya, terkait dengan UU tersebut, DPD memang sebatas mengusulkan kepada DPR, tetapi tidak ikut membahas. Pembahasan hanya dilakukan antara DPR dan pemerintah. Tetapi, saat ini pembahasan harus bersama, bertiga.
Namun, DPD hanya ikut membahas di tingkat dasar. Teknisnya, DPR diwakili alat kelengkapannya seperti panitia khusus (pansus), komisi, atau badan. Pemerintah biasanya diwakili menteri terkait. Begitu juga DPD yang harus mengutus wakilnya.
Di tingkat terakhir, DPD boleh hadir, namun tidak mengambil keputusan. "Keputusan itu tetap menjadi milik antara DPR dan presiden. Hak membentuk undang-undang itu tetap DPR dan presiden. Bisa saja, saat RUU akan disahkan, presiden tidak setuju. Kan nggak jadi undang-undangnya," ujarnya.
Meski begitu, kehadiran DPD dalam pembahasan di tingkat awal sebuah UU itu saja sudah merupakan kemajuan besar. Sebelumnya, DPD hanya bisa mengajukan ke DPR melalui badan legislatif (baleg) dan setelah itu tidak ikut dalam pembahasan. "Ini sudah jauh berubah," tegasnya. (gen/c5/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hindari Pelemahan KPK Lewat Revisi KUHAP
Redaktur : Tim Redaksi