JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga pakar hukum tata negara Jimly Assiddiqie mengatakan DPR harus mengurangi keterlibatannya dalam urusan teknis negara. Misalnya, dalam hal pemilihan ketua dan anggota-anggota lembaga atau komisi negara dan soal keuangan atau anggaran. Jika parlemen masih banyak ikut campur mengurusi hal-hal teknis, Jimly mengatakan itu adalah hal yang tidak sehat.
"Tidak sehat bukan dalam artian negatif. Tapi, dia tidak sehat karena tidak lagi mengurusi politik dalam pengertian yang sebenarnya yakni policiy (kebijakan). Tapi, sudah terlalu teknis," kata Jimly, ditemui di gedung parlemen, di Jakarta, Rabu (23/1).
Menurutnya, keterlibatan DPR dalam pemilihan komisi dan lembaga negara hanya menghabiskan waktu. Misalnya untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan yang juga memakan waktu yang lama. "Akhirnya kegiatan terlalu banyak dan tidak strategis," ujarnya.
Menurutnya, dalam fit and propert test itu juga seolah-olah bertanya seperti serius untuk melakukan tes. "Padahal sudah ada siapa yang mau dipilih. Inikan mubazir," kata Jimly.
Karenanya, Jimly berharap agar DPR tidak lagi banyak melibatkan diri dalam pengangkatan jabatan publik. Menurutnya, untuk mengurangi itu, Undang-undangnya harus dievaluasi. Dia pun menyatakan, DPR sebaiknya memokuskan pada jabatan-jabatan tertentu saja. Misalnya untuk pemilihan Kapolri, Panglima TNI, Gubernur Bank Indonesia. "Kalau yang kecil-kecil biar urusan pemerintah saja," tegasnya.
Begitu juga soal membahas anggaran. Kata Jimly kalau DPR terlalu terlibat secara detail itu membahayakan. Kata Jimly, disitu juga bisa menjadi tempat orang-orang bernegosiasi. Bahkan, kata Jimly, Badan Anggaran (Banggar) DPR bisa seolah-olah berperan sebagai Badan Perencanaan Pembangunan Nasional orde baru.
"Menurut saya banggar berubah menjadi Bappenas orde baru. Itu berbahaya bagi citra DPR jangka panjang," katanya. Menurutnya, kalau urusan kalkulator atau soal anggaran mendetail, serahkan saja ke pemerintah. "Ngapain ngotor-ngotori tangan sebagai pemimpin politik mewakili rakyat," pungkasnya. (boy/jpnn)
"Tidak sehat bukan dalam artian negatif. Tapi, dia tidak sehat karena tidak lagi mengurusi politik dalam pengertian yang sebenarnya yakni policiy (kebijakan). Tapi, sudah terlalu teknis," kata Jimly, ditemui di gedung parlemen, di Jakarta, Rabu (23/1).
Menurutnya, keterlibatan DPR dalam pemilihan komisi dan lembaga negara hanya menghabiskan waktu. Misalnya untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan yang juga memakan waktu yang lama. "Akhirnya kegiatan terlalu banyak dan tidak strategis," ujarnya.
Menurutnya, dalam fit and propert test itu juga seolah-olah bertanya seperti serius untuk melakukan tes. "Padahal sudah ada siapa yang mau dipilih. Inikan mubazir," kata Jimly.
Karenanya, Jimly berharap agar DPR tidak lagi banyak melibatkan diri dalam pengangkatan jabatan publik. Menurutnya, untuk mengurangi itu, Undang-undangnya harus dievaluasi. Dia pun menyatakan, DPR sebaiknya memokuskan pada jabatan-jabatan tertentu saja. Misalnya untuk pemilihan Kapolri, Panglima TNI, Gubernur Bank Indonesia. "Kalau yang kecil-kecil biar urusan pemerintah saja," tegasnya.
Begitu juga soal membahas anggaran. Kata Jimly kalau DPR terlalu terlibat secara detail itu membahayakan. Kata Jimly, disitu juga bisa menjadi tempat orang-orang bernegosiasi. Bahkan, kata Jimly, Badan Anggaran (Banggar) DPR bisa seolah-olah berperan sebagai Badan Perencanaan Pembangunan Nasional orde baru.
"Menurut saya banggar berubah menjadi Bappenas orde baru. Itu berbahaya bagi citra DPR jangka panjang," katanya. Menurutnya, kalau urusan kalkulator atau soal anggaran mendetail, serahkan saja ke pemerintah. "Ngapain ngotor-ngotori tangan sebagai pemimpin politik mewakili rakyat," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Sesalkan Rusuh Sumbawa
Redaktur : Tim Redaksi