DPR Diminta Tugaskan BPK Audit 3 BUMN Farmasi

Rabu, 13 Juni 2012 – 11:35 WIB
JAKARTA - Sekretaris pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus meminta DPR menugaskan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) audit khusus tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi yang diduga merugikan keuangan negara. Tiga BUMN itu PT Biofarma, PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk.

"Indonesian Audit Watch (IAW) sudah menyurati DPR pada 11 Juni 2012 intinya meminta DPR menugasi BPK mengaudit tiga BUMN farmasi. Surat yang sama juga disampaikan ke BPK pada 12 Juni 2012," kata Iskandar Sitorus, di Jakarta, Rabu (13/6).

Dijelaskannya, dalam tahun buku 2008 hingga 2010 Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap 3 BUMN Farmasi diduga terjadi kerugian keuangan negara di Biofarma pada pengadaan barang dan jasa semester I tahun 2008 dan 2009 senilai Rp9,2 miliar dimana pengadaannya tidak melalui lelang dan pengadaan sifatnya pembelian berulang (repeat order).

Selain itu, Komisaris dan Direksi Biofarma tidak dapat mempertanggung-jawabkan pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang menjadi asset Biofarma. "Padahal mereka melakukannya melalui kantor notaris dengan biaya sebesar Rp1,7 miliar," kata Iskandar Sitorus.

Selain itu, Iskandar Sitorus juga menduga Direksi Biofarma terkait dengan proyek pengadaan properti penelitian penanggulangan flu burung antara lain pengadaan sample telur untuk riset yang dipasok dari Hongkong melalui jaringan perusahaan M Nazaruddin yang beraroma melawan hukum.

Sementara di Biofarma, lanjut dia, ada laporan Rp81,9 miliar akun piutang dan arus kas masuk PT Kimia Farma yang tidak valid. Pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerjasama pemasaran PT Kimia Farma dengan PT Pharmasolindo tidak sesuai dengan ketentuan sehingga negara dirugikan Rp1,3 miliar.

"Terdapat pembayaran biaya representasi PT Kimia Farma sebesar Rp4,8 miliar sehingga PT Kimia Farma rugi minimal sebesar Rp1,1 milar atas pembayaran biaya representasi kepada Direksi dan Manajer. Selain itu juga terjadi pengeluaran PT Kimia Farma Trading & Distribution (PT KFTD) sebesar Rp3,6 miliar untuk pembayaran biaya representasi Direksi dan Manajer yang sulit diyakini keabsahannya," ungkap Iskandar.

Atas temuan awal yang diumumkan BPK itu, kata Iskandar, pihaknya meminta DPR untuk menugaskan BPK RI melakukan spesial audit Ketahanan Farmasi terhadap seluruh BUMN dan anak perusahaan BUMN yang terkait dengan kefarmasian.

IAW juga meminta Menteri BUMN mengganti seluruh jajaran Direksi dan Komisaris PT Biofarma (Persero) menggunakan mekanisme yang ketat dan baku, seperti layaknya Kementerian BUMN mengganti jajaran Direksi PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan PT Indofarma (Persero) Tbk.

Kementerian BUMN jug adiharapkan menghentikan pembahasan model Holding BUMN Farmasi dan menggantinya dengan model Merger murni, yang dilakukan sesuai ketentuan UU setelah seluruh Kefarmasian milik Negara diaudit oleh BPK RI.

“Apalagi, Kementerian BUMN hanya akan meng-Holdingkan PT Kimia Farma dan PT Indofarma. Model itu tentu menimbulkan pertanyaan, lantas bagaimana dengan keberadaan BUMN Farmasi PT Biofarma. Padahal niat Holding itu adalah untuk penguatan BUMN Farmasi,” tanya Iskandar Sitorus. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Judi Bola Euro Diincar Mabes Polri

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler