"Mudah sekali menguji kadar kepentingan parpol di DPR dengan RUU Pemilu yang kini mereka bahas. Gunakan saja undang-undang pemilu sebelumnya," kata Margarito Khamis, saat jadi pembicara dialog terbuka, bertema "Akal-akalan Undang-Undang Pemilu", di Jakarta, Senin (12/3).
Kalau menyimak dari keseluruhan pasal-pasal yang ada dalam RUU Pemilu, lanjut dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate itu, muncul sebuah pertanyaan besar yakni dimana reseaning konstitusinya kalau UU yang mereka bikin itu main potong-potong.
"Dalam membahas RUU Pemilu, Parpol yang kini ada di DPR itu bisanya hanya main potong. Reseaning konstitusinya entah dimana," tegas Margarito Khamis.
Bahwa suatu parpol untuk bisa lolos ke DPR harus ada syarat-syarat, kita setuju. Tapi syarat-syarat itu harus berdasarkan konstitusi dasar.
"Semangat ini yang tidak ada. Yang mereka bangun adalah semangat suka-suka. Kalau begini caranya maka yang terjadi adalah Konstitusional Diktatorship. Sementara Pemilu yang baik harus menganut paham kesetaraan di muka hukum," tegas Margarito.
Demikian juga halnya bagi parpol yang tidak lolos ke DPR dalam Pemilu 2009 lalu yang diharuskan untuk mengikuti verifikasi. Menurut Margarito itu mendorong ketidak-pastian hukum.
Karena begitu banyak potensi masalah yang kini dikandung oleh RUU Pemilu, Margarito mengajak agar semua potensi di luar DPR memberikan pencerahan kepada wakil rakyatnya.
"Mari kita bersama-sama di luar DPR mengajak teman-teman yang pintar di DPR untuk berpikir terhadap kepentingan politik bangsa dan jauh kepentingan politik partai masing-masing," tegasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat: Parlemen yang Harus Diefisienkan
Redaktur : Tim Redaksi