DPR: Masyarakat Anggap Pilpres Lebih Penting Dibanding Pileg

Kamis, 28 Maret 2019 – 22:01 WIB
Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo (kiri) saat berbicara dalam diskusi bertajuk “Tenggelamnya Caleg di Tengah Hiruk Pikuk Pilpres" di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (28/3). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo menilai masih banyak kelemahan dalam penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019. Kecenderungan negatif lebih banyak sejak pelaksanaan kampanye dilakukan.

Menurut Firman, masyarakat tidak melihat pemilihan presiden dan legislatif sama penting. Kondisi ini juga didukung oleh pemberitaan media baik itu cetak, elektronik, dan media sosial.

BACA JUGA: Polri Bantah Pendataan Dukungan Masyarakat di Pilpres 2019 Bermuatan Politik

“Dalam pemilu serentak ini, kecenderungannya pemilu legislatif sudah dianggap tidak penting,” kata Firman dalam diskusi bertajuk “Tenggelamnya Caleg di Tengah Hiruk Pikuk Pilpres" di gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/3).

Firman menegaskan pileg jauh lebih penting daripada pilpres. Pileg memberikan kesempatan kepada masyarakat memilih anggota DPR, yang akan membuat regulasi yang menjadi dasar aturan hukum dalam tetap kelola pemerintahan dan negara.

BACA JUGA: Prabowo Sebut 7 Nama yang Bakal jadi Menteri, 2 dari Demokrat

Firman menambahkan, banyaknya berita hoaks yang beredar menambah negatif penyelenggaraan pemilu.

Menurut dia, masyarakat setiap harinya memang disuguhkan berita yang benar, tetapi ada juga hoaks. Hanya saja, kata dia, yang justru ditanyakan adalah soal berita hoaks, bukan apa visi misi capres, maupun caleg.

BACA JUGA: Kampanye di Sulbar, Jokowi Janji Selesaikan Pembangunan 3 Ruas Jalan di Mamuju

Selain itu, lanjut Firman, yang ditanya juga seputar masalah pilpres. Persoalan pileg, tidak pernah tersentuh atau menjadi pembahasan di masyarakat. “Nah, ini juga menjadi persoalan,” tegasnya.

Menurut Firman, tenggelamnya calon anggota legislatif maupun pileg karena luput dari sorotan media. Hal ini sangat berbahaya terhadap sistem demokrasi yang tengah ditumbuhkembangkan di Indonesia.

Dia mencontohkan, masih bisa dilihat pragmatisme masyarakat yang sudah sedemikian rupa bergeser. Masyarakat yang akan menentukan pilihannya masih ada yang berdasar faktor siapa yang akan memberikan amplop.

”Itu yang berbahaya. Akhirnya nanti masyarakat seperti memilih kucing dalam karung. Anggota DPR itu harusnya orang yang mempunyai kapasitas, integritas dan kompetensi dalam bidangnya masing-masing,” katanya.

Hanya saja, ujar dia, dengan adanya sistem pemilu yang membuat pergeseran dan pragmatisme masyarakat, maka harus diwaspadai adanya caleg-caleg, baik kalangan milenial, setengah tua, maupun yang sudah tua, main uang di injury time.

Dia menjelaskan caleg-caleg itu akan menyebarkan amplop sebanyak-banyaknya. Masyarakat pun bisa saja memilih mereka yang memberikan amplop. “Nanti dilihat amplop itu mana yang besar dan mana yang kecil,” tegasnya.

Menurut Firman, hal seperti ini harus diwaspadai. Kalau dibiarkan, masyarakat bisa seperti memilih kucing dalam karung. Akibatnya, masyarakat akan menyesal selama lima tahun ke depan. “Karena anggota yang dipilih kemungkinan tidak mampu dan tidak punya kapasitas,” ujarnya.


Karena itu, kata Firman, pemilu seperti sekarang ini sudah tidak bisa dipertahankan lagi, dan harus diubah agar lebih efektif dan efisien. Supaya lebih efektif ke depan, Firman mengusulkan pileg DPR, DPR, DPRD provinsi/kabupaten/kota serentak. Begitu juga, pemilihan eksekutif seperti pilpres, kepala daerah dilakukan serentak.

“Jadi, pemilu itu hanya terjadi dua kali. Kalau itu terjadi maka terjadi efisiensi yang sangat luar biasa dan itu akan lebih efektif,” ungkapnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihat! Apa Benar Itu Bu Iriana yang Terjengkang di Panggung Kampanye Jokowi?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler