jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Soedeson Tandra menyoroti dugaan penjiplakan kesaksian saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang praperadilan yang diajukan Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/11).
Tandra mengingatkan agar semua pihak bersikap profesional dan tidak sembarangan apalagi berkaitan dengan hal teknis.
BACA JUGA: Kebijakan Tom Lembong Impor Gula Sesuai Kepmenperindag 572, Tak Bisa Dipidana
Tom merupakan mantan menteri perdagangan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait impor gula. Atas penetapan itu kemudian Tom mengajukan praperadilan.
"Kami minta agar proses penyidikan yang dilakukan berjalan secara transparan dan akuntabel. Artinya, pihak penyidik dalam hal ini Kejaksaan harus benar-benar profesional. Tidak boleh sembarangan masalah yang berkaitan dengan hal teknis,” ujar Tandra di Jakarta, Jumat (22/11).
BACA JUGA: Hamdan Zoelva Berharap Hakim Kasus Tom Lembong Independen dan imparsial
Dia lantas mencontohkan kalimat terakhir yang digunakan dua saksi ahli dalam sidang praperadilan Tom Lembong.
"Misalnya, mengenai kalimat terakhirnya itu, kalau itu sama, ya, kami menyayangkan. Kami tidak menemukan profesionalisme dari pihak penyidik,” ucapnya.
BACA JUGA: Dukungan Bebaskan Tom Lembong Terus Mengalir, Kejagung Dianggap Ugal-ugalan
Tandra juga mengimbau Kejagung dan pihak tertentu tidak mencampuri independensi hakim dan proses praperadilan yang dimaksud.
Dia percaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan profesional memeriksa kasus dugaan korupsi impor gula yang disangkakan ke Tom Lembong.
"Kami cuma ingin mengingatkan semua pihak saja, termasuk jaksa penuntut umum dan hakim, agar benar-benar transparan dan akuntabel, profesional," katanya.
Pandangan senada dikemukakan anggota Komisi III DPR R Benny K Harman. Dia menyebut hukum harus diterapkan secara setara untuk memenuhi asas persamaan di depan hukum.
"Intinya, hukum yang sama harus diterapkan kepada semua orang tanpa perbedaan. Kalau ada pelanggaran hukum sanksinya harus diterapkan kepada siapapun yang melanggar,” ucapnya.
Benny lantas meminta konstruksi hukum atas kasus dimaksud dipublikasi secara luas jika sudah dapat dibuktikan secara valid.
Menurutnya, penting bagi Kejaksaan Agung membuka kasus secara terang benderang di depan publik, sehingga masyarakat bisa mengawasi dengan lebih seksama.
Sementara itu Perwakilan Kejagung Zulkifli menolak tuduhan saksi ahli yang dihadirkan melakukan penjiplakan.
Dua saksi ahli yang dimaksud adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.Hum.
Kemudian, Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Taufik Rachman, S.H., LLM., Ph.D.
"Untuk sidang hari ini, termohon mengajukan lima ahli, dan kami telah menghadirkan dua di antaranya. Terdapat pertanyaan mengenai kesamaan keterangan yang diberikan, dan tuduhan adanya penjiplakan. Ini kami tidak terima. Penilaian terhadap keterangan ahli itu tidak bisa dinilai sendiri oleh penasihat hukum. Kami menghadirkan dua ahli, dan (keterangannya) berbeda," ujar Zulkifli dalam persidangan, Jumat (22/11). (mcr8/jpnn)
Redaktur : Kennorton Girsang
Reporter : Kenny Kurnia Putra