DPR Minta Penundaan Program SIAK di RPJM

Kamis, 21 Januari 2010 – 18:08 WIB
JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR yang juga anggota Komisi II DPR, Ignatius Moelyono, mendukung sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta penundaan atas program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam rancangan undang-undang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 ditundaMoelyono menegaskan, jika hal itu dipaksakan maka yang terjadi justru pemborosan uang negara.

Kepada wartawan di gedung DPR RI, Kamis (21/1), Moelyono menjelaskan, sejauh ini Depdagri tidak menangani masalah SIAK secara profesional

BACA JUGA: StoS 2010 Ditutup, Pemenang Diumumkan

"Saya mengikuti ini sejak 2004
Sampai ada UU Kependudukan yang baru (UU Nomor 23 tahun 2006),  faktanya untuk data DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) pada 2008 saja amburadul," ujar Ignatius.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, M Jasin menyatakan bahwa pihaknya tekah tiga kali kirim surat yang isinya meminta agar program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam rancangan undang-undang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 ditunda

BACA JUGA: Semaraknya Pesta HUT ke-9 TPI

Jasin beralasan, ada hal-hal teknis terkait pemberlakuan NIK, di antaranya tentang penggunaan sistem bio-metric dan chip untuk KTP


Jasin menyebut ada anggaran sebesar Rp 134 miliar hanya untuk pembuatan NIK

BACA JUGA: Ulil Tak Ingin Liberalkan NU

Namun menurut Jasin, depdagri hanya melakukan uji petik di enam kecamatan untuk pembuatan NIK di seluruh IndonesiaJasin menilai data yang hanya dari enam kecamatan ini kalau diterapkan dalam penyusunan database secara nasional akan berpotensi program dilakukan berulang-ulang.

Menanggapi permintaan KPK itu, Ignatius Moelyono mengaku sangat setuju"Kami setuju dengan masukan KPKSaya dukung sikap KPK," tandas Moelyono.

Politisi Partai Demokrat yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua Pansus Penghilangan Hak Konstitusi Warga Negara dalam Pemilu dan Pilpres 2009 ini menambahkan, melihat kondisi yang ada secara teknis SIAK memang belum memungkinkan jika Depdagri masih lambat menanganinya"Pengadaan alat peminai sidik jari saja masih belum ada dan komputer untuk data base juga masih off-lineKalau SIAK dipaksakan di RPJM, ini sama saja mengulangi kejadian sebelumnya," tandasnya seraya menambahkan, RUU RPJM rencananay akan diketok palu akhir bulan ini.

Moelyono menambahkan, Depdagri jangan buru-buru mengeluarkan NIK dan KTP elektronikMenurutnya, ada empat syarat agar program itu berhasilPertama, data base kependudukan yang ada harus dibersihkanKedua, depdagri harus punya grand design tentang data kependudukan.

Ketiga, komputer data base harus terkoneksi di seluruh IndonesiaTerakhir, harus ada alat pemindai sidk jari berkemampuan tinggi yang bisa memindai identitas seseorang dalam hitungan detik

Moelyono menyebutkan, anggaran yang disetujui DPR untuk program SIAK seluruhnya mencapai Rp 6,7 triliunUnutk tahun ini, anggaran yang disetujui sebesar Rp 598 miliar"Yang penting itu pengadaan alatnya dulu, baru dibuat NIK-nyaTetapi Menteri yang sekarang masunya langsung kasih NIKJangan sampai kasus DPT berulang di Pilkada hanya masalah NIK," lanjutnya.

Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno mengungkapkan, Komisi II telah membentuk tim khusus untuk melakukan pengawasan realisasi program SIAK“Kita juga (Komisi II-red) sudah bentuk tim khusus untuk mengawasi program iniSebab, bukan hanya anggaran Rp 800 miliar yang sudah dihabiskan oleh program SIAK ini, tapi jika ditambah dengan dana APBD yang juga dialokasikan untuk SIAK ini, maka sudah tentu nilainya akan menjadi lebih jauh,” ungkapnya.

Teguh menegaskan, Komisi II akan memastikan agar Single identification Number (SIN) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) benar-benar harus bisa dilaksanakan oleh DepdagriSenada dengan Moelyono, Teguh juga mengingatkan perlunya grand design dan kesiapan peralatan pendukungnya
"Siapkan dulu grand design-nya, bersihkan data base, sistem online harus bisa diterapkan di seluruh wilayah Indonesia dan pembuatan NIK atau KTP harus bisa menyentuh 200 juta penduduk Indonesia secara bersamaanKalau persyaratan itu belum ada, program ini tentu akan menimbulkan pemborosan uang negara yang berujung korupsi,” jelasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangkitkan Kepedulian di StoS Film Festival


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler