jpnn.com - JAKARTA - Revolusi mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkaitan erat dengan pembangunan karakter bangsa menuju manusia Indonesia seutuhnya berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Revolusi mental juga bermuara pada kehadiran manusia Indonesia yang cerdas, substansial dan visioner, berilmu pengetahuan dan teknologi serta beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut anggota Komisi I DPR RI, Rachel Maryam Sayyidina, membangun karakter bangsa berarti membangun mindset dan itu sangat tergantung pada baik/buruknya performa media. Jika medianya berkarakter Pancasila, maka akan demikian pula bangsa ini kedepan.
BACA JUGA: Angkut Perompak, Pesawat TNI AL Tergelincir
Menurut Rachel Maryam, saat ini media yang paling berpengaruh dan juga puluhan tahun kedepan adalah televisi dan radio, yang diawasi dan diarahkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Artinya, KPI berperan sentral dalam revolusi mental atau revolusi kultural tersebut. Jika KPI baik maka televisi dan radio baik, maka bangsa baik," ujar Rachel Maryam di Jakarta, Sabtu (11/6) pagi.
BACA JUGA: Minggu, Setnov ke Sinabung Bawa Bantuan Tujuh Truk
Menurutnya, revolusi mental itu kini sedang terancam dengan proses rekrutmen komisioner KPI. Ia menduga ada potensi melanggar aturan dan tidak mempertimbangkan kebhinnekaan anak bangsa.
"Dalam Peraturan Nomor 9 tahun 2013 tentang organisasi dan Tata kerja KPI Pasal 13 ayat 8 dikatakan bahwa incumbent mestinya tidak lagi mengikuti psikotes tetapi langsung ikut fit and proper test di DPR. Tetapi oleh Pansel, para incumbent itu digugurkan melalui psikotes dan tidak masuk ke tahap selanjutnya," kata Rachel.
BACA JUGA: SBY Nilai Jokowi Sudah Belajar Sulitnya Jadi Presiden
Menurut Rachel, Pansel juga sama sekali tidak mempertimbangkan perwakilan wilayah yang menggambarkan perbedaan kultur rakyat Indonesia. Dari 47 nama yang lolos sampai tahap ketiga sekarang ini, tidak satu pun dari Indonesia Timur.
"Padahal, kita ingin adanya KPI yang benar-benar mengerti ke-bhinneka tunggal ika-an bangsa ini. Kalau tidak ada satu pun dari Indonesia Timur, itu berarti sama sekali tidak ada perspektif orang timur ketika KPI menangani suatu masalah di TV/Radio. Itu berbahaya bagi keutuhan bangsa ini kedepan," kata Rachel.
Dia berharap agar Pansel yang sebagian besar diisi oleh nama-nama besar yang punya kredibilitas tinggi itu jangan sampai disusupi oleh oknum-oknum tertentu yang bisa merusak nama baik mereka yang luar biasa.
Ia menyatakan siap menolak hasil Pansel ini jika tetap dipaksakan oleh Menkominfo tanpa ada perbaikan sama sekali. "Demi bangsa ini kedepan, demi revolusi mental, perlu rasanya presiden mengingatkan kepada Menteri Kominfo agar mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas," ujarnya.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenpar Goda Publik Vietnam Lewat Sosmed dan Blogger
Redaktur : Tim Redaksi