jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana menyatakan harapan besarnya atas pelaksanaan Program Perhutanan Sosial, agar hutan Indonesia dapat produktif dan mensejahterakan masyarakat sekitar hutan. Namun pelaksanaannya perlu pembinaan, pengawasan, dan tidak terjadi peralihan kepemilikan tanah.
“Kami (Komisi VI) optimistis lahan perhutanan Indonesia bisa lebih produktif dan bisa hijau kembali, Kita melihat akan ada yang mengelola dan mengoperasikan, mudah-mudahan ini menjadi kenyataan. Yang penting adalah bisa diawasi, dikelola, dibina dan tidak menjadi perubahan kepemilikan dari tanah,” kata Azam Azman usai memimpin rapat dengar pendapat Komisi VI dengan Deputi bidang Agro dan Farmasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Wahyu Kucoro dan Dirut Perum Perhutani Denaldy Mulino Mauna, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (27/9/2017).
Politikus Partai Demokrat ini juga mengapresiasi terhadap konsep perhutanan sosial ini, karena manfaat bagi masyarakat sekitar hutan terkait kepastian lokasi lahan garapan, pendanaan, pasar, pembinaan, dan pendapatan yang lebih baik.
Dalam rapat itu mengagendakan pembahasan atas terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani. Azam menilai hal ini disebabkan Perum Perhutani tidak mempunyai kewenangan untuk mengelola tanah negara yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di lain sisi Perum Perhutani tidak mempunyai kemampuan dikarenakan kesulitan finansial.
Azam menjelaskan kebijakan ini cukup bagus, sebagai cara mengoptimalkan potensi hutan dengan melibatkan dan mensejahterakan masyarakat sekitar hutan, namun pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan kehati-hatian dan pengawasan yang ketat.
“Dengan adanya kebijakan ini bagus, asalkan pelaksanaannya disertai dengan pengawasan dan pengendaliannya. Asal bahwa Jangan sampai hak atas lahan atau tanah ini beralih dengan berbagai macam cara yang tidak benar. Apalagi isi peraturan ini diberikan selama 35 tahun dan bisa diwariskan ini yang menjadi pertanyaan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Komisi VI mendapatkan informasi dari elemen masyarakat bahwa terjadi keresahan atas terbitnya Permen tersebut, karena sudah ada lembaga Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH) yang sudah mengelolanya, bahkan ada masukan keinginan dari masyarakat bahwa Permen itu dicabut.
Menurutnya, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat terhadap pelaksanaan Permen LHK itu, sehingga tidak terjadi keresahan di masyarakat, dan pelaksanaannya dapat sesuai dengan tujuan mensejahterakan masyarakat sekitar hutan. Selain itu, diharapkan Perhutanan Sosial ini menjadi kontra produktif dengan masyarakat LMDH yang sudah mengelola terlebih dahulu.
“Harus ada sosialisasi kepada mereka sehingga menjadi sinergi bukan terjadi kelemahan tapi menjadi sinergi antara yang sudah eksis dengan yang baru. Yang penting adalah bisa diawasi, dikelola, dibina dan tidak menjadi perubahan kepemilikan dari tanah,” tegasnya.(adv/jpnn)
BACA JUGA: Kerja Sama Indonesia - India Harus Saling Menguntungkan
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi III Pertanyakan Dasar Hukum Penyadapan KPK
Redaktur & Reporter : Friederich