DPR Tuding Menhub tak Serius Cegah Kecelakaan

Jumat, 01 Maret 2013 – 19:38 WIB
JAKARTA - Maraknya kecelakaan transportasi umum dalam satu pekan terakhir, khususnya kecelakaan bus menunjukan lemahnya pembinaan dan pengawasan pemerintah terhadap pengusaha transportasi publik.

Kamis (28/2) kemarin, kecelakaan mobil bus koperasi yang membawa rombongan Paskibraka jatuh ke sungai di daerah Nagori Pondok Bulu Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun, hingga menewaskan 7 orang. Sehari sebelumnya, sebanyak 16 orang tewas dalam kecelakaan maut yang terjadi di Jalan Ciloto, Puncak, Kabupaten Cianjur, Rabu (27/2) siang.

Untuk itu, Komisi V DPR mendesak PO Bus Mustika Mega Utama menanggung biaya perawatan dan memberikan santunan kepada seluruh korban kecelakaan bus di Ciloto.

Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) V Sigit Sosiantomo mengingatkan, sesuai dengan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 188, 234 dan  235. Disebut bahwa perusahaan angkutan umum dan pengemudi, wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat terjadinya kecelakaan.

"Selain berhak mendapatkan santunan dan biaya perawatan dari perusahaan angkutan, korban kecelakaan juga berhak mendapatkan pertolongan dan biaya perawatan dari pemerintah dan santunan dari asuransi, sebagaimana diatur dalam pasal 240 UU LLAJ," ujar Sigit dalam keterangan persnya, Jumat (1/3).

"Jadi, tidak ada alasan bagi perusahaan angkutan untuk tidak menanggung seluruh biaya perawatan dan santunan bagi korban yang meninggal. Apalagi, UU LLAJ juga sudah mewajibkan setiap perusahaan angkutan umum untuk ikut asuransi," imbuhnya.

Anggota Panitia Kerja Keselamatan Transportasi Komisi V DPR ini juga menagih konsep rencana aksi roadmap to zero accident dari kementerian perhubungan (Kemenhub). "Sampai saat ini kita belum memiliki rencana aksi roadmap to zero accident. Itu seakan menunjukkan ketidakseriusan Kemenhub menjalankan perintah Presiden SBY, untuk menekan angka kecelakaan hingga nol (zero accident)," sesal Sigit.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mempertanyakan keseriusan pihak-pihak yang terkait, dengan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.

"Seperti instansi perhubungan yang mengeluarkan ijin trayek dan KIR, organda yang membina dan mengembangkan profesionalisme para anggota, serta pihak Kepolisian yang mengeluarkan Surat Ijin Mengemudi (SIM). Kinerja mereka perlu terus ditingkatkan, guna meminimalisir bahkan mencegah peristiwa kecelakaan lalu lintas," pukas Sigit.

Berdasarkan UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan, upaya-upaya pencegahan kecelakaan sudah diatur secara secara komprehensif baik melalui kewajiban pemenuhan kelaikan jalan kendaraan, kewajiban setiap calon pengemudi untuk mengikuti kursus menyetir, hingga sanksi tegas.

Dalam kurun waktu Februari 2012 hingga Februari 2013, tercatat telah terjadi 6 kecelakaan di Jalur Puncak yang menyebabkan 34 orang meninggal dunia, 41 orang luka berat, dan 85 orang luka ringan. Selain itu, sebagai informasi, di lokasi yang sama juga pernah terjadi kecelakaan bis PO Turangga yang menabrak tebing pada tahun 1999 hingga menewaskan 59 orang. (chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ormas Besar Malah Nilai RUU Terlalu Longgar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler