DPR Ungkap Penyebab Maraknya Kebakaran Hutan dan Lahan

Rabu, 30 Juni 2021 – 22:38 WIB
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS drh. Slamet. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) pengendalian dan penindakan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Komisi IV DPR RI kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan para akademisi dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan khususnya penanganan kebakaran hutan dan lahan.

Menurut data Greenpeace Asia Tenggara antara tahun 2015 – 2019, terdapat sekitar 4,4 juta hektare lahan telah terbakar di Indonesia.

BACA JUGA: Hasil Riset: Karhutla Berhasil Diatasi di Masa Pandemi Covid-19

Sekitar 789.600 hektare kawasan ini atau sekitar 18 persen telah berulang kali terbakar. Salah satu yang menjadi fokus perhatian panja tersebut adalah buruknya penegakan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan yang merupakan penyebab utama masih maraknya kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan anggota Fraksi PKS drh Slamet saat mengikuti RDPU Komisi IV DPR RI mengenai penanganan Karhutla bersama para akademisi dan LSM yang dilakukan secara daring.

BACA JUGA: Cegah Karhutla, TNI AU Mengerahkan Pilot-Pilot Berpengalaman Melakukan TMC

Pernyataan anggota DPR RI dapil Kota dan Kabupaten Sukabumi itu bukannya tanpa alasan. Sebab, menurut data yang diperoleh selama periode 2015 hingga 2019 setidaknya 8 dari 10 perusahaan kelapa sawit dengan area terbakar terbesar belum menerima sanksi apa pun meskipun kebakaran tersebut terjadi dalam konsesi mereka.

Selain penegakan hukum yang lemah, drh Slamet juga menuding pemerintah secara jelas dan nyata juga melemahkan proses perlindungan lingkungan hidup khususnya pencegahan karhutla dengan merevisi pasal 67 dan menghapus pasal 68 dalam UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang memuat kewajiban setiap pelaku usaha untuk membuat pernyataan kesanggupan dalam menyediakan sarana, prasarana, dan sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran, sebelum memperoleh izin lingkungan.

“Kami sudah memperingatkan tentang hal ini selama pembahasan UU Cipta kerja, karena jika ketentuan-ketentuan tersebut dihilangkan adalah sebuah langkah mundur bagi perlindungan lingkungan khususnya di areal perkebunan," ujar Slamet di Jakarta, Rabu (30/6/2021).

Dari dua pendekatan tersebut menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah dalam mencegah terjadinya karhutla.

“Meskipun Presiden Jokowi sudah menyatakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20  tahun 2020 lalu bahwa akan terus memperkuat perlindungan lingkungan hidup, jika tanpa regulasi yang kuat serta penegakah hukum yang masih lemah wacana presiden tersebut hanya akan menjadi sebuah utopia,” ujar Slamet.(jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler