jpnn.com, RIAU - Indonesia berhasil menurunkan jumlah hotspot sebanyak 26.761 titik atau 91,32 % selama masa pandemi Covid-19 sepanjang 2020 lalua pabila dibandingkan dengan data tahun sebelumnya.
Begitu juga halnya dengan luas areal terbakar. Pada 2019, jumlah areal karhutla mencapai 1.649.258 ha.
Tahun 2020, jumlah areal karhutla turun menjadi 296.942 ha. Artinya terjadi penurunan seluas 1.352.316 Ha saat Indonesia tengah dilanda pandemi Covid-19.
Sebanyak 27 provinsi lainnya tercatat mengalami penurunan selama masa pandemi Covid-19 tahun 2020.
BACA JUGA: Menteri LHK Sampaikan Pesan Presiden Perihal Pencegahan Karhutla
Penurunan signifikan terjadi di Provinsi Babel, Gorontalo, Jambi, Kalbar, Kalsel, Kalteng, Kaltim, Kaltara, Lampung, Riau, Sulsel, Sumsel, dan lainnya.
Keberhasilan implementasi pengendalian karhutla di masa pandemi, tidak terlepas dari berbagai faktor pendukung kerja Manggala Agni bersama dengan tim Satgas Karhutla.
BACA JUGA: Menteri Siti Minta Semua Pihak Tetap Waspada Mencegah Karhutla
Dari hasil riset yang dilakukan tim Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning (FIA Unilak), keberhasilan Indonesia menghindari pertemuan Corona dan Karhutla, tidak terlepas dari berbagai faktor seperti iklim yang lebih kondusif, kewaspadaan, kerjasama, kekompakan, soliditas dan sinergitas Manggala Agni bersama para pihak (Satgas provinsi/kabupaten/kota).
Selain itu terdapat komitmen yang tinggi dari para stakeholders Satgas Karhutla, adanya dukungan upaya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) kerjas ama KLHK, BNPB, TNI AU, BMKG, Swasta dan BPPT,.
Ditambah dengan pelaksanaan sosialisasi pencegahan karhutla baik secara daring dan luring terbatas, dan adanya Kekhawatiran masyarakat terhadap penyebaran virus Corona sehingga cenderung berhati-hati dalam pemanfaatan lahan.
''Namun bukan berarti pengendalian karhutla di Indonesia saat pandemi tidak memiliki hambatan. Fokus kerja tim Satgas Karhutla terbagi untuk penanganan Covid-19, selain itu pergerakan atau mobilitas tim terbatas terutama di zona merah Covid,'' kata Dr.Prihati, Ketua tim peneliti, Senin (21/6).
Faktor hambatan lainnya adalah kondisi kesehatan para petugas di lapangan, terjadinya recofusing anggaran, dan dukungan jaringan internet untuk komunikasi daring di wilayah yang sulit sinyal.
Hasil riset menunjukkan bahwa tim Manggala Agni bersama dengan Satgas Karhutla bekerja dengan baik, terutama dalam implementasi kebijakan pengendalian karhutla, dengan mengacu pada Inpres 3 tahun 2020 dan Permen LHK 32 tahun 2016.
Riset ini melihat pelaksanaan kerja di tiap level organisasi Manggala Agni (Pusat, Wilayah, dan Daops), yang dituntut harus merespon cepat upaya pengendalian karhutla di masa kenormalan baru.
Selain itu hasil riset juga menyajikan data dan pengetahuan tentang implementasi pengendalian karhutla di masa pandemi Covid-19 pada ruang lingkup kerja Manggala Agni se Indonesia.
Untuk kerja pencegahan, Manggala Agni bersama tim satgas karhutla tetap melaksanakan patroli terpadu dan patroli mandiri.
Selama tahun 2020, patroli terpadu dilaksanakan di 267 posko desa rawan karhutla di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi yang menjangkau 822 desa. Sedangkan patroli mandiri dilaksanakan pada 776 desa rawan karhutla di wilayah Indonesia.
''Selain pencegahan dengan patroli, upaya melalui TMC dan kegiatan MPA Paralegal terbukti mampu mencegah karhutla. Sepanjang tahun 2020 terbukti bahwa seluruh wilayah yang melaksanakan kegiatan MPA-Paralegal, tidak mengalami kejadian karhutla atau zero hotspot,'' ungkap Prihati.
Pengumpulan dan analisis data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam secara daring atau online kepada seluruh narasumber
Selain itu dilakukan observasi dan pengumpulan dokumentasi. Peneliti juga menggunakan dokumen-dokumen dalam bentuk peraturan-peraturan, pemberitaan di media, penggandaan dokumen dan sebagainya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis implementasi kebijakan berdasarkan teori George Edward III, dengan melihat faktor Struktur Birokrasi, Sumber Daya, Komunikasi, dan Disposisi. Adapun batasan penelitian dilakukan pada operasional kerja Manggala Agni se Indonesia.
''Hasil penelitian menunjukkan di masa pandemi, kerja kolaboratif Manggala Agni dan Satgas Karhutla lainnya berhasil menekan jumlah hotspot atau titik api, dan terjadi penurunan luas area terbakar secara signifikan. Saat pandemi Covid-19, Indonesia tidak mengalami bencana asap seperti tahun-tahun sebelumnya,'' jelas Prihati.
Namun, kerja pengendalian karhutla masih mendapatkan kendala, karena ancaman pandemi Covid-19 masih belum berakhir. Pemberlakuan zona merah atau pembatasan wilayah mempengaruhi kerja operasional tim Manggala Agni dan Satgas di lapangan.
''Untuk itu masih diperlukan pelatihan-pelatihan, alih tekhnologi, dukungan anggaran, serta sinergisitas antar anggota Satgas Dalkarhutla agar tidak terjadi duet bencana karhutla dan Covid-19 Corona di masa sulit seperti saat ini,'' kata Prihati.(flo/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Natalia