jpnn.com - jpnn.com - Tahun ini DPRD Jatim masih memiliki pekerjaan rumah berupa 28 rancangan peraturan daerah (raperda).
Dari jumlah tersebut, 10 di antaranya merupakan peninggalan tahun sebelumnya.
BACA JUGA: 8 Provinsi Ini Belum Serahkan Usulan RAPBD 2017
Sisanya adalah raperda baru dan revisi perda lama.
Perinciannya, 15 raperda merupakan usulan eksekutif. Sisanya, yakni 13 raperda, berasal dari inisiatif dewan.
Badan Pembuatan Peraturan Daerah (Bappeda) DPRD Jatim menganggap 28 raperda itu termasuk normal.
Bahkan, lembaga tersebut menarget 20 raperda selesai dan digedok tahun ini. Sebab, 10 raperda merupakan sisa tahun lalu.
''Kami pasti bisa menyelesaikannya sesuai target,'' kata Achmad Heri, ketua Bappeda DPRD Jatim.
Kinerja lembaga yang dulu bernama Badan Legislasi (Banleg) itu memang sering disorot.
Banyak usulan raperda yang tidak selesai. Tahun lalu hanya 19 raperda yang selesai. Padahal, seluruhnya ada 33 raperda.
Kondisi paling parah terjadi pada 2015. Ada 31 raperda yang terdiri atas 21 inisiatif dewan dan sisanya usulan eksekutif.
Dari jumlah tersebut, hanya 15 yang tuntas. Tidak sampai separo dari total usulan.
Kala itu anggota DPRD Jatim beralasan disibukkan penyelenggaraan pilkada serentak.
Konsentrasi mereka terganggu sehingga pembahasan tidak maksimal.
Heri menegaskan, sistem kerja akan diperbaiki. Termasuk ketelitian dalam membahas setiap raperda.
Jangan sampai produk perda yang sudah digedok justru tidak relevan dengan kondisi masyarakat.
''Penataan sistem kerja mampu menyelesaikan raperda sesuai target yang disepakati bersama,'' ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, sebagian besar raperda yang diusulkan bersinggungan dengan kepentingan masyarakat.
Salah satunya Raperda Rencana Ruang Zonasi Wilayah Pesisir dan Raperda tentang Pengawasan Orang Asing.
Heri menilai raperda tersebut harus diprioritaskan agar bisa diaplikasikan di masyarakat.
Karena itu, Bappeda DPRD Jatim akan mengoptimalkan pembahasan setiap usulan tersebut.
Ketua Komisi A DPRD Jatim Freddy Poernomo berharap pembahasan setiap usulan harus selektif.
Dia tidak ingin produk perda yang sudah digedok ternyata tidak relevan. Untuk menerapkannya, butuh revisi kembali.
''Ada proses lagi yang harus dilalui,'' jelasnya.
Selain itu, banyak raperda yang hanya hitam di atas putih. Artinya, dampaknya tidak jelas saat diterapkan di masyarakat.
Pelanggaran terhadap perda tersebut masih ada. Upaya menertibkan masyarakat melalui perda pun tidak berhasil.
Dia mencontohkan pengawasan orang asing. Kenyataannya banyak item yang belum ditampung dalam peraturan tersebut.
Misalnya, kewajiban setiap warga Jawa Timur untuk melaporkan keberadaan orang asing ke imigrasi.
''Padahal, itu perlu dan sangat penting dilakukan,'' jelas politikus Golkar tersebut. (riq/c15/oni/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia