jpnn.com - KENDARI - Entah karena baju saat ini sudah kekecilan, atau tak layak lagi. Faktanya, baru setahun mengabdi menjadi wakil rakyat, anggota DPRD Sulawesi Tenggara sudah minta dibelikan baju baru.
Permintaan itu masuk dalam APBD 2016, berupa usulan anggaran agar para legislator dibelikan baju dinas baru dan atribut tambahan. Totalnya, Rp 427.500.000. Hampir setengah miliar, bro.
BACA JUGA: Pria Ini Tewas Gantung Diri setelah Tiga Kali Gagal Bunuh Diri
Usulan pembelian baju baru ini ditentang Pusat Studi dan Kajian HAM (Puspa HAM) Sultra. Koordinator lembaga ini, Muhammad Iskandar menilai, antara pakaian baru dengan yang lama tidak menjadi ukuran dalam mengemban tugas sebagai wakil rakyat.
"Ini hanya akal bulus mereka untuk menghabiskan uang rakyat. Mereka hanya mencari ruang dengan proyek kecil-kecilan pengadaan perlengkapan sebagai celah untuk menggunakan uang rakyat," ujarnya, seperti dikutip dar Kendari Pos, Sabtu (12/12).
BACA JUGA: Cinta Ditolak, Gila, Bunuh Kakek-kakek!
Muhammad mengatakan, seharusnya para legislator sadar bahwa mereka telah dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan hak-hak dan kesejateraan mereka. Bukannya mengurus penampilan dan kepentingan pribadi.
"Mestinya mereka fokus bagaimana untuk memperlihatkan kinerja dalam menyelesaikan segala persoalan rakyat di Bumi Anoa ini. Bukanya sibuk mengurus penampilannya supaya terlihat mewah. Apa lagi mereka baru setahun dilantik menjadi Anggota DPRD. Rakyat Sultra akan sangat kecewa menyaksikan para wakilnya yang hanya mementingkan dirinya sendiri, terlebih lagi, hanya persoalan pakaian sampai menelan anggaran ratusan juta rupiah," katanya.
BACA JUGA: Dituding Punya Santet Karena Obati Tetangga tapi Akhirnya Mati
Hal senada juga dilontarkan oleh Direktur Walhi Sultra Kisran Makati. Menurutnya, sebaiknya para legislator itu fokus melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan amanah rakyat.
"Ini belum juga ada prestasi yang diperlihatkan sudah meminta banyak. Fokus dulu untuk membuat produk hukum yang berkualitas. Jangan sebaliknya, membuat Perda yang justru merugikan rakyat seperti Perda Tataniaga Kelapa Sawit. Banyak rakyat yang kehilangan pencarian mereka karena produk hukum yang mereka buat ini. Karena, rata-rata perkebunan kelapa sawit berada di atas tanah warga," tambah Kisran.
Namun anggota DPRD Sultra sepertinya belum terusik. Badan Anggaran sudah menuliskannya dalam nomenklatur APBD 2016 yang kini sedang menunggu persetujuan Mendagri. Dana hampir setengah miliar itu untuk pakaian sipil harian (PSH), pakaian sipil lengkap, pakaian dinas harian (PDH), serta pakaian Sipil Resmi (PSR). “Termasuk ikat pinggang, sepatu dan pin emas,” ungkap staf Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat DPRD Sultra, Mangkona.
Dia mengatakan, pengadaan pakaian dinas anggota dewan merupakan kali pertama yang dialokasikan dalam APBD, dan itu dibolehkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 68 Tahun 2015 mengenai pakaian dinas baru bagi PNS dan Pemda.
“Setiap anggota dewan mendapatkan PSL berupa jas, kemeja, celana, dasi, sepatu dan atribut lainnya berupa ikat pinggang dan pin yang terbuat dari emas. PSL hanya dibagikan satu kali dalam lima tahun,” tukasnya.
Dalam APBD tahun 2016 Program penganggaran sudah masuk ke Unit Lelang Pengelola Barang dan Jasa, yang dimuat dalam website www.sirup.lkpp.go.id/sirup. Meski begitu, rancangan ini masih butuh persetujuan kemendagri. "Ini hanya usulan kami, tetapi bisa saja ada perubahan atau dicoret, sesuai hasil kajian tim Kemendagri, adapun PDH berupa kemeja lengan pendek, celana, rok untuk anggota dewan wanita, sepatu hitam, ikat pinggang dan lainnya," ujarnya.
Sementara anggota Banggar DPRD Sultra, Yaudu Salam Ajo, mengaku, jika pengadaan barang tersebut, merupakan alat kelengkapan dewan yang penting. Juga sebagai wujud keseragaman para anggota, sebagai wakil rakyat. "Memang setiap tahun ada anggarannya, dan itu sesuai prosedur tidak ada yang menambah ataupun mengurangi," pungkasnya. (b/p4/ahi/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 4 Perekam data E-KTP di 4 Kecamatan Digondol Maling dalam 1 Bulan
Redaktur : Tim Redaksi