jpnn.com, SEMARANG - Perjalanan Dani Sriyanto dari Bandung-Yogyakarta akhir November lalu yang seharusnya menyenangkan, menjadi kurang nyaman.
Pria yang berprofesi sebagai lawyer, berkantor di Semarang itu, mendapat kabar istrinya Diah Oktaviana positif Covid-19.
BACA JUGA: Kisah Mengharukan Penyintas COVID-19, Berjuang Jalani Isolasi Mandiri setelah Kehilangan Ayah
Pada saat berbarengan, tubuh pria asal Wonogiri itu merasa tidak enak badan. Dani demam dan lantas menelepon dokter pribadinya, Roy.
“Kepada dr Roy, saya sampaikan kalau saya demam. Dan saya minta diposisikan sebagai pasien Covid-19, walaupun saya belum tentu Covid, karena belum dilakukan tes. Namun karena riwayat istri Covid, saya berasumsi bahwa saya juga kena Covid,” kata Dani dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Radar Semarang awal pekan ini.
BACA JUGA: Cerita Penyintas Covid-19 tentang Pentingnya Memakai Masker
Beberapa hari kemudian, hasil tes swab menunjukkan Dani positif terpapar korona. Saat demam, suhu tubuhnya mencapai 38 derajat celcius.
Dia memutuskan mengisolasi diri sendiri di rumahnya, di kawasan BPI Ngaliyan bersama istri.
BACA JUGA: Satgas Yakin Vaksin Mampu Perangi Varian Baru Covid-19
Bersama Diah, Dani menempati kamar di lantai bawah. Sedangkan anak-anak dan beberapa asisten rumah tangga menempati lantai atas. Mereka tidak bertemu secara fisik. Hanya via daring.
Kenapa tidak dirawat di rumah sakit?
Dani mengaku, jika dirawat di RS, dia akan diisolasi sendiri di sebuah ruangan. Pun istrinya. Di kamar sendiri. Sehingga keduanya tidak bisa saling bertemu secara fisik.
Dia meyakini kondisi seperti itu bakal membuat imunnya makin drop.
“Kalau saya dirawat di RS, justru akan jadi beban pikiran. Di kamar sendiri, tidak ada yang menjenguk, mendampingi, mungkin imun akan makin drop,” kata Dani.
Dani akhirnya dipandu dan diberi resep oleh dokter pribadinya. Isolasi mandiri.
Ia tahu risiko yang bakal dihadapi saat nantinya melewati masa-masa kritis.
“Pada hari ke-7 sampai hari ke-9, saya nyaris gagal napas. Demam tinggi dan sulit napas. Saturasi dengan oksimeter menunjukkan di bawah 90, saya butuh oksigen,” kata Dani.
Selama tiga hari mengalami kondisi itu, Dani sempat diberi oksigen kalengan. “Habis 20 botol,” kenangnya.
“Saya lihat istri, meski dia juga Covid, tetapi kondisinya stabil, tetapi menangis melihat kondisi saya saat itu. Mungkin di dalam pikirannya, sudah mengira dia akan jadi janda,” ujar Dani.
Bakal mengalami risiko sesak napas yang datang tiba-tiba, sudah ada di pikiran Dani.
"Sampai-sampai saya sudah buat wasiat. Kalau saya meninggal, maka jangan dibawa ke RS, biar di rumah saja,” katanya.
Pasrah dan selalu berdoa kepada Allah, dukungan keluarga dan orang-orang dekatnya, membuat imunitas Dani perlahan membaik.
Variasi antara obat Covid yang diresepkan dokter dan vitamin serta herbal, menjadikan kondisinya berangsur membaik. Terapi uap dari ketel listrik yang diberi air dan ditaburi minyak kayu putih, rutin dilakukan.
“Dahak saya awalnya kental dan warnanya cokelat. Setelah rutin terapi, jadi cair dan putih. Batuk pun tidak ngekel lagi. Terapi ini masih saya lakukan,” ujarnya.
Kabar baik justru datang dari sang istri. Diah sudah dinyatakan negatif berdasarkan hasil tes swab di sebuah klinik. Sedangkan Dani masih dag-dig-dug.
“Hasil tes Covid saya baru beberapa kemudian keluar. Alhamdulillah, hasilnya negatif,” kata pemilik Oemah Sapen, Mijen, itu.
Oleh Dani, hasil negatif Covid lantas di-share ke keluarga dan kawan-kawan dekatnya. Itu pula yang ia lakukan saat anggota Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) tersebut, awalnya dinyatakan positif Covid.
“Saya sampaikan bahwa saya positif Covid, tentu bukan untuk kepentingan saya sendiri. Tapi juga kepentingan orang lain, keluarga, dan teman-teman dekat yang pernah kontak dengan saya. Sehingga kalau mereka, misalnya, mau ke rumah saya, tentu tidak bisa saya temui, karena saya sedang isolasi mandiri. Sehingga saya tidak menulari orang lain,” ucapnya.
Usai dinyatakan negatif Covid-19, Dani tidak langsung berlega hati.
“Saya cari second opinion. Tes serupa di klinik lain. Alhamdulillah, hasilnya juga negatif,” kata ayah dari Nicole itu.
Second opinion, lanjut Dani, perlu dilakukan. Karena terkadang hasil tes yang awalnya negatif, setelah dites di tempat lain, justru masih positif.
“Ini yang menurut saya, kalau sudah dinyatakan satu kali negatif, perlu tes lagi. Karena orang yang pernah terpapar korona, masih bisa terpapar lagi," katanya. (radarsemarang)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Adek