jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza, mengatakan pesawat udara tanpa awak (PUNA) jenis Medium Altitude Long Endurance (MALE), yang mampu terbang terus menerus selama 24 jam sangat diperlukan untuk membantu menjaga kedaulatan NKRI dari udara.
Pesawat tanpa awak ini sangat efisien dan mengurangi kehilangan jiwa.
BACA JUGA: Drone Amerika Ditembak Jatuh Senjata Rusia di Libya
"Kebutuhan pengawasan dari udara yang efisien terus bertambah seiring dengan meningkatnya ancaman daerah perbatasan, terorisme, penyelundupan, pembajakan, serta pencurian sumber daya alam seperti illegal logging' dan ilegal fishing," kata Riza di Jakarta, Senin (30/12).
Inisiasi pengembangan PUNA MALE telah dimulai oleh Balitbang Kemhan sejak 2015 dengan melibatkan TNI, Dirjen Pothan Kemhan, BPPT, ITB, dan PT Dirgantara Indonesia. Di mana disepakatinya rancangan kebutuhan dan tujuan (DR&O) yang akan dioperasikan oleh TNI khususnya TNI AU.
BACA JUGA: DJI Kembangkan Aplikasi yang Memungkinkan Melacak Drone
Proses perancangan dimulai dengan kegiatan 'preliminary design, basic design' dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil ujinya di tahun 2016 dan 2018 di BPPT. Sedangkan pembuatan 'engineering document and drawing' tahun 2017, dengan anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.
Pada 2017 telah terbentuk perjanjian bersama berupa Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE) dengan anggota yang terdiri dari Kementerian Pertahanan RI yaitu Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN yaitu PT Dirgantara Indonesia dan PT Len Industri.
BACA JUGA: Drone Ini Sanggup Terbangkan Skutik Bongsor Xmax atau Forza
Pada tahun 2019 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masuk sebagai anggota konsorsium tersebut.
Tahun 2019 dimulai tahap 'manufacturing' yang diawali proses 'design structure', perhitungan 'Finite Element Method', pembuatan gambar 3D, dan detail drawing 2D yang dikerjakan oleh engineers BPPT dan disupervisi oleh PT Dirgantara Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan 'tooling, molding', cetakan dan selanjutnya fabrikasi dengan proses pre-preg dengan autoclave.
Tahun ini dilakukan pengadaan 'Flight Control System (FCS)' produksi Spanyol dan diproyeksikan akan diintegrasikan pada prototype PUNA MALE pertama (PM1) yang telah di manufaktur oleh PT Dirgantara Indonesia, akhir 2019.
Proses integrasi dilaksanakan oleh engineers BPPT dan PT Dirgantara Indonesia yang telah mendapatkan pelatihan untuk mengintegrasikan dan mengoperasikan sistem kendali tersebut.
Riza menjelaskan, pada 2020 akan dibuat dua unit prototype berikutnya. Masing-masing untuk tujuan uji terbang dan kekuatan struktur di BPPT. Di tahun yang sama (2020), proses sertifikasi produk militer juga akan dimulai dan diharapkan akhir 2021 sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA).
"Integrasi sistem senjata pada prototype PUNA MALE dilakukan mulai tahun 2020 dan diproyeksikan sudah mendapat sertifikasi mendapatkan sertifikasi tipe produk militer pada 2023," terangnya.
Riza menyampaikan apresiasi Menristek/kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro atas semua upaya dan kerja keras para engineers yang terlibat dalam konsorsium PUNA MALE.
"Hari ini merupakan simbol penguasaan teknologi kunci dari salah satu teknologi kedirgantaraan. Untuk itu Menristek/KaBRIN dengan bangga menamai PUNA MALE ini dengan Elang Hitam (Black Eagle)," ucapnya.
Lebih lanjut Riza mengharapkan, inovasi-inovasi teknologi pertahanan terkini terus didukung oleh industri nasional, sehingga mampu memenuhi kebutuhan industri hankam, sekaligus mengurangi impor industri hankam. Program PUNA MALE ini terdiri dari 3 bagian besar. Yaitu, 1) Pengembangan Platform, 2) Pengembangan Flight Control System, serta 3) Pengembangan Weapon System. Untuk ini anggota konsorsium PUNA Male telah menyusun roadmap-nya.
"Hari ini akan dilakukan roll out PUNA MALE Elang Hitam sebagai simbol kebangkitan salah satu teknologi kedirgantaraan Indonesia. Dengan kemandirian ini maka PUNA MALE buatan Indonesia dapat mengisi kebutuhan squadron TNI AU, untuk membantu mengawasi wilayah NKRI melalui wahana udara, serta mendukung pembangunan industri hankam di Indonesia," pungkasnya. (esy/jpnn)
Performance Operational
Radius : 250 km (LOS - Line Of Sight)
Ceiling: 7200 m
Endurance: up to 30 hours
Aircraft Dimension
Length : 8.30 m
Wing Span: 16 m
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad