JAKARTA – Putusan pidana dua bulan enam hari oleh Pengadilan Negeri Pematang Siantar terhadap DS (11), sangat disesalkan berbagai kalangan. Anggota Komisi III DPR, Aboebakar Alhabsy menegaskan, putusan itu menunjukkan rendahnya kualitas hakim di negeri ini.
“Pemidanaan anak yang berusia di atas delapan tahun dengan alasan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tidaklah tepat,” kata Aboebakar, Sabtu (15/6).
Dijelaskan Aboebakar, pasal dalam UU nomor 3 yang mengatur batasan umur telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2010. Aboebakar menambahkan, berdasarkan putusan MK itu, seharusnya pengadilan hanya memeroses pidana anak yang sudah berusia di atas 12 tahun.
“Putusan ini menunjukkan tingkat penguasaan hakim terhadap peraturan perundang-undangan yang masih rendah,” ungkap politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Dia menjelaskan, setiap hakim seharusnya selalu mengikuti perkembangan. Menurutnya, para hakim harusnya mengikuti dan mengetahui perubahan peraturan perundang-undangan.
Bila memang perlu, ia menambahkan, Mahkamah Agung melakukan upgrading untuk meningkatkan kapasitas para hakim.
“Tidak hanya hakim, para penegak hukum yang lain juga seharusnya bertanggung jawab atas keluarnya putusan tersebut,” katanya.
Polisi dan Jaksa, kata Aboebakar, juga harus membaca putusan MK tersebut. “Jangan main naikin perkara saja, mereka harus ikuti juga aturan main yang berlaku,” ungkapnya.
Kapolri dan Jaksa Agung, kata Aboebakar, seharusnya memberikan protap tentang penanganan perkara anak, persoalan serupa tidak boleh lagi terjadi terhadap anak yang lain. “Apalagi sekarang sudah ada UU Sistem Peradilan Pidana Anak nomor 11 tahun 2013,” katanya. (boy/jpnn)
“Pemidanaan anak yang berusia di atas delapan tahun dengan alasan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tidaklah tepat,” kata Aboebakar, Sabtu (15/6).
Dijelaskan Aboebakar, pasal dalam UU nomor 3 yang mengatur batasan umur telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2010. Aboebakar menambahkan, berdasarkan putusan MK itu, seharusnya pengadilan hanya memeroses pidana anak yang sudah berusia di atas 12 tahun.
“Putusan ini menunjukkan tingkat penguasaan hakim terhadap peraturan perundang-undangan yang masih rendah,” ungkap politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Dia menjelaskan, setiap hakim seharusnya selalu mengikuti perkembangan. Menurutnya, para hakim harusnya mengikuti dan mengetahui perubahan peraturan perundang-undangan.
Bila memang perlu, ia menambahkan, Mahkamah Agung melakukan upgrading untuk meningkatkan kapasitas para hakim.
“Tidak hanya hakim, para penegak hukum yang lain juga seharusnya bertanggung jawab atas keluarnya putusan tersebut,” katanya.
Polisi dan Jaksa, kata Aboebakar, juga harus membaca putusan MK tersebut. “Jangan main naikin perkara saja, mereka harus ikuti juga aturan main yang berlaku,” ungkapnya.
Kapolri dan Jaksa Agung, kata Aboebakar, seharusnya memberikan protap tentang penanganan perkara anak, persoalan serupa tidak boleh lagi terjadi terhadap anak yang lain. “Apalagi sekarang sudah ada UU Sistem Peradilan Pidana Anak nomor 11 tahun 2013,” katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Desak Kapolri Ubah SK yang Belum Atur Polwan Berjilbab
Redaktur : Tim Redaksi