Dua Hakim Suap Dipecat

Heru Sering Mangkir, Malah Jadi Makelar Kasus

Senin, 20 Agustus 2012 – 04:50 WIB
Hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak, Heru Kusbandono (mengenakan baju tahanan KPK berwarna putih) yang menjadi terperiksa kasus dugaan suap, dikawal penyidik KPK menuju tahanan, Sabtu (18 Agustus 2012). FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
JAKARTA - Tak perlu menunggu dibuktikan bersalah di muka pengadilan, dua hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Tipikor (Tipikor) Kartini Juliana Mandalena Marpaung dan Heru Kusbandono segera dipecat. Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) telah sepakat melucuti toga hakim dua penegak hukum tersebut.
    
"Itu dua (hakim) sudah bandit semua itu. Saya sudah sepakat dengan Mahkamah Agung untuk memecatnya. Karena sudah nyata ketangkap KPK dan mau dibuktikan apalagi?" kata Ketua KY Eman Suparman usai menghadiri pesta lebaran di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (19/8).
     
Kedua hakim tersebut juga sudah menjadi incaran Badan Pengawas MA. "Jadi sudahlah itu dipecat saja. Sudah tidak beres dan bisa menularkan virus-virus ketidakberesan di berbagai pengadilan," kata Eman.
     
Kartini dan Heru telah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap. Mereka berdua tertangkap basah saat penyerahan uang suap senilai Rp 150 juta di pelataran parkir Pengadilan Negeri Semarang, Jumat (17/8) pagi. Heru adalah hakim"ad hoc" Pengadilan Tipikor Pontianak yang ternyata juga menjadi makelar kasus.

Sebelum bertemu Kartini, dia menjemput uang dari Sri Dartutik di depan kantor BCA Semarang. Sri Dartutik juga disergap KPK dan ditetapkan menjadi tersangka. Sri Dartutik adalah adik dari Ketua DPRD Grobogan nonaktif M. Yaeni, terdakwa kasus dugaan"korupsi perawatan mobil dinas DPRD Grobogan. Sebelum ditangkap, Kartini masih menangani perkara yang menjerat Yaeni. Kartini dan Heru kini mendekam di sel tahanan KPK. Sedangkan Sri Dartutik ditahan di Rutan Pondok Bambu.
     
Menurut Eman, pengawasan perilaku dua hakim tersebut dilakukan berdasar laporan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) Semarang, Jawa Tengah. Selain Kartini yang gemar memvonis bebas terdakwa korupsi, pengintaian juga dilakukan terhadap Heru yang kerap mangkir. "Hakim yang satu itu (Heru) sudah jarang melaksanakan tugas di tempat tugasnya. Malah dia sering berhubungan dengan hakim di Semarang. Infonya, sampai hari sebelum ditangkap, dia tugas di Pontianak, tapi selalu berhubungan dengan hakim Semarang. Jadi memang ini sudah pemain betul," ujar Eman.
     
Di Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini dikenal menjadi salah satu dari tiga serangkai hakim yang gemar mengetuk palu kebebasan untuk terdakwa korupsi. Selain Kartini, ada pula hakim Lilik Nuraini (ketua majelis/hakim karir) dan Asmadinata (anggota/hakim ad hoc). Sepanjang 2012, mereka sudah memutus bebas lima perkara korupsi.
     
KPK sendiri tengah mengembangkan kasus suap tersebut. "Kalau pengembangan ke siapa yang menerima selain Kartini, itu memang sedang dilakukan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi S.P.
     
Dukungan untuk menindak tegas para hakim disampaikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. Menurut dia, hakim di Pengadilan Tipikor Semarang yang menerima suap dan tertangkap KPK membuat masyarakat Indonesia kecewa terhadap lembaga kehakiman. "Sudah seharusnya ditindak tegas sesuai ketentuan yang ada. Ini catatan buruk," ujar Jimly, disela mengikuti open house di kediaman Megawati Soekarnoputri, Jakarta.
     
Terlebih, lanjut dia, hakim tipikor yang ditangkap KPK merupakan hakim adhoc. "Mereka itu hakim ad-hoc yang diharapkan akan memberikan spirit baru kepada lembaga kehakiman yang selama ini kurang dipercaya dalam menangani kasus korupsi, tapi yang terjadi malah sebaliknya," katanya.
     
Selain mendukung tindakan tegas, dia menambahkan, kejadian tersebut harus pula menjadi pemicu semangat semua pihak untuk lebih giat memberantas perilaku koruptif di tanah air. Khususnya, perilaku korup di lembaga kehakiman.
     
Menurut dia, lembaga kehakiman perlu menjadi pelopor untuk terlebih dulu dibersihkan, karena institusi ini merupakan benteng kredibilitas lembaga peradilan secara umum. "Kalau ingin dipercaya masyarakat, lembaga kehakiman harus memiliki hakim-hakim yang bersih. Kalau hakimnya sudah bersih, harapan keadilan itu masih ada meski jaksanya kena suap sekalipun," pungkasnya. (sof/dyn/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korban Pesawat Dana Air Terhambat Administrasi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler