JAKARTA - Setelah sempat terhenti, Kementerian Agama (Kemenag) kembali merubah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). IAIN Sunan Ampel Surabaya dan IAIN Walisongo Semarang sudah diajukan Kemenag ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk disetujui menjadi UIN.
Direktur Jendral Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag Nur Syam menjelaskan skenario perubahan dua IAIN menjadi UIN itu sudah sangat matang. "Buktinya kami sudah melayangkan usulan ke Kemendikbud, supaya bisa disetujui," katanya kemarin (3/2).
Mantan rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya itu menjelaskan, perubahan IAIN menjadi UIN ini meneruskan program UIN-isasi beberapa kampus IAIN sebelumnya. Sebut saya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Nur Syam menjelaskan, konsekuensi perubahan IAIN menjadi UIN ini diantaranya adalah menyediakan enam program studi eksak.
Persoalan lain yang menyertai perubahan IAIN menjadi UIN adalah, penyiapan dosen-dosen untuk prodi-prodi baru tadi. Terlebih untuk prodi-prodi eksak yang sebelumnya sama sekali tidak ada di IAIN.
Untuk penyediaan dosen-dosen ini, Nur Syam mengatakan, ada dua cara. Pertama adalah dengan sistem outsourcing atau pengadaan dosen lepas dan kontrak. Sistem yang kedua adalah, UIN yang baru harus bisa bekerjasama dengan perguruan tinggi umum di sekitarnya untuk meminjam dosen.
Misalnya, untuk memenuhi dosen prodi-prodi eksak di IAIN Sunan Ampel, bisa meminjam dari Universitas Airlangga (Unair) atau ITS. Sedangkan di IAIN Walisongo Semarang, bisa meminjam dosen dari Universitas Diponegoro.
Di tengah semangat yang tinggi Kemenag untuk merubah IAIN menjadi UIN, Kemendikbud malah berat untuk meloloskan usulan perubahan tersebut. Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, IAIN tidak perlu berubah menjadi UIN. "Nanti yang belajar tafsir Alquran, hadits, dan kajian keislaman siapa," kata menteri asal Surabaya itu.
Nuh membeberkan fakta, rata-rata di UIN-UIN saat ini prodi keislaman yang sejatinya menjadi core pendidikan tinggi Islam menjadi nomor dua. Kalah bersaing dengan keberadaan prodi-prodi umum atau eksak. Akibatnya, banyak calon mahasiswa baru masuk UIN untuk menempuh prodi-prodi umum atau eksak. Kalau tidak diterima, baru mereka masuk ke prodi-prodi kesilaman seperti Pendidikan Agama Islam, Syariah, dan Dakwah.
Ada resiko lain jika terus terjadi perubahan kampus-kampus IAIN menjadi UIN. Yaitu, kampus-kampus itu tidak mutlak menjadi wewenang Kemenag. "Sekarang coba tanya, apakah mereka (Kemenag, Red) mau kehilangan kampusnya," katan mantan Menkominfo itu. Sebab, dengan berubahnya IAIN menjadi UIN, maka Kemendikbud terlibat aktif dalam tata kelola serta penyiapan kurikulum dan lain-lainnya.
Pada dasarnya, Nuh meminta Kemenag supaya fokus untuk mengembangkan kualitas IAIN-IAIN dan sejumlah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) sesuai dengan jalurnya, yaitu melayani pembelajaran berbasis keagamaan Islam. Jika ada masyarakat yang ingin menempuh pendidikan umum atau eksak, sudah ada perguruan tinggi di bawah naungan Kemendikbud. (wan/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Unpar Usulkan 3000 Kursi
Redaktur : Tim Redaksi