jpnn.com, JAKARTA - Guru besar hukum internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan ada dua hal yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah bila hendak menerima kembali 600 warga ISIS asal Indonesia.
"Pertimbangan ini tidak sekedar pemenuhan formalitas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau alasan kemanusiaan," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Rabu (5/2).
BACA JUGA: WNI Eks ISIS Tidak Boleh Langsung Dikembalikan ke Masyarakat
Pertama adalah seberapa besar warga ISIS asal Indonesia terpapar ideologi dan paham ekstrem kelompok tersebut. Penilaian ini perlu dilakukan secara cermat per individu demi mencegah penyebaran ideologi dan paham ISIS di Indonesia.
Kedua, lanjut dia, adalah seberapa bersedia masyarakat di Indonesia menerima kehadiran mereka kembali. Kesediaan masyarakat di sini tidak hanya dari pihak keluarga namun pada masyarakat sekitar di mana mereka nantinya bermukim, termasuk pemerintah daerah.
BACA JUGA: Persiapan Polisi Menyambut Kedatangan 600 WNI Eks ISIS
"Dewasa ini kebijakan pemerintah pusat bila tidak dikomunikasikan dengan baik ke daerah, bisa memunculkan penolakan dari daerah. Akibatnya pemerintah pusat akan mengalami kerepotan tersendiri," jelas Hikmahanto.
Selain itu, Hikmahanto mengatakan, mereka yang tergabung dalam ISIS sebenarnya telah kehilangan kewarganegaraan Indonesianya berdasarkan Pasal 23 UU Kewarganegaraan 2016 khusunya huruf (d) dan huruf (f).
BACA JUGA: Kontroversi Pemulangan WNI Anggota ISIS: Banyak Opsi, Semuanya Berisiko
Huruf (d) menyebutkan kehilangan kewarganegaraan disebabkan karena "masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden".
Sementara huruf (f) menyebutkan "secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut."
Kewarganegaraan mereka bisa saja dikembalikan namun mereka wajib mengikuti prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kasus Arcandra Tahar mantan Wakil Menteri ESDM setelah kehilangan kewarganegaraan karena memiliki kewarganegaraan ganda dapat menjadi rujukan pemerintah. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil