SORONG-Dalam pemeriksaan, dua oknum pelajar, Rn (15) dan Ts (14) yang ditahan polisi karena terlibat dalam kasus jambret menyesali perbuatannya. Kepada penyidik, salah satu tersangkam Rn yang merupakan pelajar di salah satu SMU di Kota Sorong mengaku merasa malu dan terkejut karena ternyata korban, Suriati H. Baco yang dijambret merupakan mantan gurunya saat ia masih di SMP.
Tersangka Rn baru mengetahui jika korban Suriati yang tinggal di KPR Moyo merupakan guru SMPnya saat Ia ditangkap anggota Polsek Sorong Timur (Sortim). Ia pun begitu terkejut karena akibat perbuatannya itu membuat korban terseret motor hingga sekitar 25 meter. Kapolsek Sortim Kompol Rusdy Pramana,S.IK mengatakan, proses hukum terhadap dua pelaku jambret ini dimana penyidik sedang melengkapi berkas pemeriksaan. Direncanakan hari ini, berkas perkaranya akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sorong.
“Selanjutnya menunggu dari jaksa apakah masih ada yang kurang atau sudah bisa langsung tahap dua,”tandas Kompol Rusdy Pramana seraya menambahkan jika sudah dipastikan lengkap, maka kedua pelajar itu akan langsung dilimpahkan bersama barang bukti (BB).
Lebih lanjut menurut Kapolsek, dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka Rn, pelajar SMU dan Ts yang masih pelajar SMP mengakui jika perbuatannya dengan motif untuk mencari keuntungan. Terbukti, saat ditangkap pada 25 Februari lalu sekitar pukul 03.00 WIT dini hari, keduanya sedang membagi uang hasil jambretan. Kendati masih berstatus pelajar keduanya tetap diproses sesuai hukum yang berlaku, lantaran kasus jambret selama ini sangat meresahkan masyarakat.
Tersangka Rn dan Ts mengakui jika perbuatan yang tidak pantas ditiru itu berawal saat seminggu sebelumnya, keduanya duduk di pinggir jalan dan saling ejek nyali. Merasa tidak terima disebut penakut berbuat kriminal yakni jambret, akhirnya keduanya sepakat untuk beraksi dan membuktikan nyali keberaniannya. Berawal saat keduanya jalan-jalan ke arah pelabuhan dan hendak menjambret korban, namun sayang saat itu gagal mendapatkan hasil. Selanjutnya keduanya beralih ke tempat kejadian perkara (TKP), yakni dengan menunggu korban di Puncak Arfak namun keduanya kembali gagal dan melanjutkan menjambret korban di Melati Raya.
jadiannya berawal saat kedua pelaku itu membuntuti korban dari Terminal Remu, melihat korban seorang wanita yang membonceng anaknya, kemudian tersangka mengikutinya. Sesampainya di TKP, tersangka langsung beraksi menjambret korban yang ternyata ibu gurunya sendiri itu. Korban yang dijambret pada malam Jumat sekitar pukul 23.00 WIT, terkejut ketika mantan muridnya itu menarik tas miliknya yang berisi uang tunai Rp 4 juta dan emas seberat 60 gram.
Untuk mempertahankan barang berharga miliknya itu, korban bahkan sempat terseret dari motornya. Akhirnya kedua oknum pelajar itu dibekuk polisi dan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, keduanya terancam pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Menanggapi beberapa kasus kriminal yang belakangan ini melibatkan oknum pelajar, termasuk kasus jambret yang melibatkan tersangka Rn dan Ts, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Sorong, T Sibagariang, S.IP mengaku prihatin dengan kejadian tersebut.
Dikatakan, dari berbagai tindak kriminal yang dilakukan oleh oknum pelajar adalah menjadi tanggung jawab bersama. Pasalnya dari semua tindakan yang dilakukan tidak terlepas dari adanya kesempatan, masalah perekonomian dan tentunya juga pengaruh lingkungan yang merupakan tempat para pejajar bergaul.
“Dari semua itu tidak lantas menyalahkan mereka (pelajar, Red) karena mereka adalah generasi penerus yang harus dibimbing dan dibina serta menjadi contoh dan teladan bagi meraka,”ujar Sibagariang kepada Radar Sorong di ruang kerjanya.
Dikatakan, , banyak hal yang mempengaruh terjadinya tindak kriminal yang dilakukan oleh para pelajar. Karenanya pendidikan, pembinaan harus dilakukan sejak dini. Untuk di sekolah tentunya terus dilakukan pembinaan, pengajaran, dan berbagai pengetahuan lainnya. Namun demikian kata Sibagariang, dari itu semua dilakukan secara umum, terdapat waktu yang lebih banyak anak-anak tidak di sekolah seperti di rumah dan lingkungannya, oleh karena itu hal tersebut juga harus menjadi perhatian para orang tua di rumah.
“Waktu di sekolah hanya berapa jam saja, kalau normalnya biasanya dari 07.30 WIT sampai pukul 14.00 WIT untuk SMA, dan untuk SD, SMP tentunya tidak sampai pukul 14.00 WIT. Pengawasan para orang tua juga sangat perlu dilakukan, memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya, hal ini dikarenakan untuk pendidikan bukan hanya disekolah melainkan di rumah, lingkungan dan beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi,”ujarnya,.
Menyikapi kasus kriminal yang melibatkan oknum pelajar, pihaknya kata Sibagariang tentunya akan lebih menekankan kepada sekolah-sekolah di Kota Sorong untuk memberikan pembinaan, pengertian kepada siswa-siswi untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dan untuk pengawasan selama berada di dalam sekolah tentunya diharapkan tetap ditingkatkan. (reg/rat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diculik Residivis, Pelajar Trauma Berat
Redaktur : Tim Redaksi