JPNN.com

Dua Petinggi Merpati Dituntut 4 Tahun Penjara

Senin, 07 Januari 2013 – 16:30 WIB
Dua Petinggi Merpati Dituntut 4 Tahun Penjara - JPNN.com
JAKARTA-- Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menuntut mantan Direktur PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), Hotasi D.P. Nababan, dengan pidana penjara selama empat tahun. Selain itu, dia dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider kurungan selama enam bulan penjara.

Dalam tuntutan ini, Jaksa menilai Hotasi  terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500.

"Menuntut agar majelis hakim memutuskan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider. Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun dikurangi masa tahanan kota, " kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Frenkie Son, membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/1).

Hotasi yang dituntut tampak tetap tenang mendengar pembacaan tuntutannya. Ia memakai kemeja putih dan berdasi. Saat tuntutan, datang juga keluarga besarnya. Tampak istri mantan anggota DPR RI Fraksi PDIP, Panda Nababan dan anaknya menunggu sidang itu hingga usai.

Dalam kasus ini Hotasi dikenai pidana Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia dinilai menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan orang lain sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Jaksa menganggap Hotasi bersalah saat berencana menyewa dua unit pesawat itu, dan tidak melaporkan rencana penyewaan burung besi ke dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan dan Rapat Umum Pemegang Saham. Selain itu, Hotasi tidak memberitahu adanya uang sebesar USD 1 juta milik Merpati yang mesti disetor sebagai uang jaminan (security deposit), kepada firma hukum Hume and Associates. Firma ditunjuk perusahaan Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) Inc., berkantor pusat di Washington D.C., Amerika Serikat, untuk menampung uang jaminan dari Merpati.

Pada 18 November 2006, Hotasi menandatangani Perjanjian Sewa-Menyewa (Lease Agreement Summary Of Term) dengan perusahaan Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) Inc. Saat itu, pesawat Boeing 737-400 hendak disewa Merpati ada di Jakarta, disewa oleh maskapai Batavia Air. Sementara Boeing 737-500 sedang diperiksa menyeluruh di Guangzhou, China, selepas habis masa sewanya. Kedua pesawat itu masih dimiliki oleh East Dover Ltd.

Jaksa Frenky menyatakan Hotasi lalai dan bersalah lantaran telah menyetujui transfer uang jaminan (security deposit) buat penyewaan dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500, yakni senilai USD 1 juta (masing-masing USD 500 ribu). Padahal saat itu TALG Inc., belum menandatangani perjanjian pembelian dua pesawat itu dari East Dover Ltd.

Lanjut jaksa, seharusnya yang menjadi dasar untuk menyetorkan uang USD 1 juta adalah perjanjian pembelian (purchase agreement) dari TALG Inc., bukan LASOT. Karena LASOT tidak mengikat para pihak.

Dalam tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni Hotasi tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak menyesali perbuatannya.

"Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan dan menjadi tulang punggung keluarga," kata Jaksa.

Selepas menuntut Hotasi, Jaksa juga menuntut General Manager Aircraft Procurement Division (Divisi Pengadaan Pesawat) PT MNA, Tony Sudjiarto, dengan pidana penjara selama empat tahun. Dia juga dituntut membayar denda sebesar Rp 500 juta, apabila tidak sanggup membayar maka diganti kurungan selama enam bulan.

Tony juga dikenai pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia dinilai menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan orang lain sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Jaksa Hera mengatakan Tony bersalah lantaran hanya berbekal surat kuasa dari Hotasi, ia menandatangani kesepakatan tentang syarat-syarat penyewaan dua unit pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dengan Direktur Operasional TALG, Prof. Dr. John Cooper. Dia juga tahu TALG Inc., menggunakan uang USD 1 juta itu sebagai uang muka pembelian dua pesawat itu, dan melanggar ketentuan tentang uang jaminan.

Menurut Jaksa, Hotasi dan Tony memang tidak ikut menikmati hasil perbuatan korupsi. Tetapi, keduanya dianggap turut menyebabkan kerugian keuangan negara karena kelalaiannya. Maka dari itu keduanya patut dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas tuntutan jaksa, Hotasi dan Tony serta penasehat hukum mereka akan mengajukan nota pembelaan. Hakim Ketua Pangeran Napitupulu menjadwalkan sidang dilanjutkan pada Selasa, 22 Januari, mendatang.(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aksi Demo di KPU Kian Tak Terkendali

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler