Dua Selamat karena Meloncat sebelum Bus Menghantam

Minggu, 12 Februari 2012 – 07:29 WIB
KORBAN: Salah seorang korban kecelakaan Bus Karunia Bakti, Dede Ridwan (20), kemarin mendapat kunjungan kedua orantuanya di ruang perawatan Dahlia kelas III RS PMI Bogor. Foto: Radar Bogor/JPNN

Tujuh orang yang berada di sebuah warung bakso di kawasan di Cisarua, Bogor, tewas setelah disantap bus Karunia Bakti pada Jumat malam lalu (10/2). Salah seorang penjaga warung mengaku mendapat firasat dari hilangnya kompor gas.

ABE-RURI ARIATULLAH, Bogor

SORE itu, Jumat (11/2), Jalan Raya Puncak, Cisarua, Bogor, mulai padat lalu lintas. Beberapa kendaraan dari luar Bogor melintasi jalur itu untuk menghabiskan akhir pekan di wilayah yang udaranya masih sejuk itu.

Menjelang magrib, satu unit kendaraan dinas jenis APV berhenti di depan warung Baso (bakso) Ojolali.  Penumpang kendaraan yang berjumlah delapan orang itu kemudian masuk ke warung berukuran  6 x 3 meter persegi tersebut sambil memesan bakso.

Saat itu, warung bakso dijaga Aap, 41. Tak lama kemudian, penjaga warung lainnya, Ny Aisyah, datang untuk menggantikan Aap. Aap dan Aisyah memang bergantian menjaga warung itu.

Setelah Aisyah tiba, azan magrib pun berkumandang. Karena itu, Aap meminta izin kepada Aisyah karena ingin melaksanakan salat Magrib sebelum pulang. Saat Aap keluar dari warung itulah, dari selatan (Cisarua, Bogor) melaju bus dengan kecepatan tinggi dan menyisir belasan kendaraan roda dua dan empat. Bruk…bruk...!!! Bus Karunia Bakti yang lepas kendali itu menghantam warung Baso Ojojali, kemudian nyungsep ke jurang sedalam 10 meter.

Aisyah dan enam orang yang sedang menikmati bakso terseret hingga jatuh ke jurang bersama para penumpang bus. Dua di antara delapan orang penumpang mobil dinas selamat dari maut karena meloncat sebelum bus menabrak warung bakso itu. ’’Saya langsung menolong Aisyah, tapi nyawanya tak tertolong,’’ ujar Aap kepada Radar Bogor.

Aap shock melihat teman kerjanya tak bernyawa. Dia kehilangan Aisyah yang telah menemani menjual bakso selama setahun terakhir. ’’Saya ngeri melihat mayat bergelimpangan. Motor-motor pada hancur,’’ tambah Aap.

Aap mengaku sudah ada tanda-tanda buruk sebelum kejadian nahas itu. Sejak pagi, perasaannya tidak enak setelah kehilangan kompor gas. ’’Jumat pagi kompor gas di warung hilang. Tadinya ada tiga, sekarang tinggal dua. Ternyata ini pertanda Aisyah akan pergi selamanya,’’ tutur Aap sedih.

Sementara itu, di daerah yang jauh dari perkotaan, keluarga dan kerabat almarhumah Aisyah memadati rumah duka sejak Jumat malam. Kemarin pukul 07.00 jenazah Aisyah dimakamkan di belakang rumahnya.

Masgim, 40, suami Aisyah, sangat terpukul atas kejadian tersebut. Begitu juga halny dengan dua anaknya, Randianto, 14, yang kini duduk di kelas VIII SMP dan Ramdani, 7, kelas I. Dua bocah itu terus menangisi kepergian ibunya di pemakaman. 

Ading, 70, ayah almarhumah, juga ikut terpukul. ’’Saya mendapat kabar dari Pak Aap, anak saya kecelakaan dan dibawa ke RS Paru, Cisarua. Seketika itu juga saya ke sana dan mendapati anak saya sudah di kantong mayat,’’ tutur Ading sedih.

Kejadian tragis di Jalan Raya Puncak juga mengakibatkan Dede Ridwan, 20, tergolek di Rumah Sakit PMI Bogor. Beruntung, nyawa Dede bisa ditolong. Namun, kondisinya cukup parah. Jangankan untuk bangun, berkomunikasi saja dia masih sulit. Meski begitu, dia mau melayani pertanyaan wartawan yang ingin mengetahui awal tragedi itu terjadi.

Dia menceritakan, sebelum terjadi tabrakan kondisi bus dalam keadaan baik-baik saja. Dede yang menumpang bus Doa Ibu bermaksud menuju rumahnya di Kampung Pasir Cina, RT 1/3, Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Dia sehari-hari bekerja di Jakarta dan hanya pulang sebulan sekali.

Menurut pria berusia 20 tahun itu, kejadian nahas tersebut begitu cepat. Saat bus melintas di Jalan Raya Puncak, dia sama sekali tak mengetahui ada bus dari arah berlawanan melaju dengan sangat cepat. ’’Kejadiannya sangat cepat, terjadi tiba-tiba dan tidak tahu menabrak apa. Saya tidak sempat menyelamatkan diri,’’ ujarnya saat ditemui di ruang perawatan Dahlia kelas III RS PMI.

Sesaat setelah tabrakan, Dede melihat tubuh-tubuh tergeletak tanpa daya. Namun, dia tak mengetahui apakah mereka tewas di tempat kejadian itu atau tidak. Dia juga mendengar raungan minta tolong dari beberapa penumpang sebelum akhirnya tak sadarkan diri. ’’Suasana di dalam bus begitu mencekam. Saya mendengar tangisan dan teriakan histeris. Setelah itu nggak tahu lagi. Sebab, begitu sadar, saya sudah berada di rumah sakit,’’ terangnya.

Dede sendiri selamat dari maut karena berada di bagian kiri bus. Namun, dia mengalami patah tulang pada kaki dan luka di kepala. Dia juga harus mendapat bantuan pernapasan lewat tabung oksigen karena luka di kepalanya cukup parah.

Di ruangan terpisah, salah seorang korban, Atang, 32, menuturkan bahwa sebelum terjadi kecelakaan dirinya sempat melihat bus Karunia Bakti melaju dalam kecepatan tinggi. Dengan ganasnya, bus  menghantam mobil lain yang berada di depannya sebelum akhirnya menabrak bus Doa Ibu yang ditumpangi Atang.

Atang yang duduk di bagian tengah itu tak sempat menyelamatkan diri seperti berlindung di bawah jok. Akibatnya, dia menderita luka patah di bagian rusuk kanan dan kepala karena terkena serpihan kaca dan harus mendapat sedikitnya enam jahitan. ’’Sebelum pingsan saya mendengar teriakan minta tolong. Begitu sadar, saya sudah ada di ruang IGD RS Paru,’’ jelasnya.

Atang mengaku seperti mengalami mimpi buruk saat bus Karunai Bakti menabrak Doa Ibu. Apalagi, dia juga melihat bus tersebut menabrak warung dan sepeda motor yang berada di dekatnya. ’’Saya sendiri menghantam jok saat dua bus saling berbenturan. Semua orang yang berada di dalam kena semua karena tak sempat berlindung,’’ imbuhnya.

Saat berada di rumah sakit, dia melihat belasan orang lainnya mendapat perawatan oleh petugas medis. Lantai ruang IGD banjir darah karena banyaknya korban luka. Dia juga menyaksikan beberapa korban tewas dimasukkan kantong mayat dibawa ke salah satu bagian ruangan RS Paru. ’’Suasana begitu mencekam. Saya sendiri baru sadar kalau tangan dan kepala saya penuh luka,’’ kenangnya.

Warga Kampung Sukaresik RT 1, RW 5, Desa Sindangsari, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, itu satu atau dua bulan sekali menyempatkan diri pulang ke rumahnya karena bekerja di Kota Serang, Provinsi Banten. Dia sering menumpang bus Doa Ibu saat pulang kampung. Sebab, hanya ada dua bus dengan trayek Jakarta–Indramayu, yakni Karunia Bakti dan Doa Ibu.

Ketika ditanya apakah mengalami trauma, Atang menegaskan sementara waktu tak akan menaiki bus. Selain masih shock dengan tragedi itu, dia mengaku tidak ingin mengingat peristiwa nahas tersebut. ’’Saya kapok kalau naik bus meski tahu bahwa Doa Ibu tidak pernah mengalami masalah,’’ katanya.

Sementara itu, di Tasikmalaya, Ramka, bocah berusia dua tahun, rupanya belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi di sekelilingnya. Kemarin dia asyik bermain saat keluarga besarnya tengah berduka menyusul meninggalnya Dedah Jubaedah, 43, dalam kecelakaan bus Karunia Bakti di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Resna, 20, salah seorang anak Dedah, bahkan tak henti menangis di samping sang adik, Resno. Berulang-ulang perempuan yang tengah hamil tua itu meratapi kepergian sang ibu yang kemarin dimakamkan.

Kedukaan keluarga yang tinggal di Kampung Salamnunggal, Kecamatan Leles, Tasikmalaya, itu bahkan nyaris berlipat. Sebab, Ramka juga berada di dalam bus nahas tersebut dengan dipangku sang nenek sepanjang perjalanan.

Tapi, ketika Lukman Iskandar mulai kehilangan kendali bus yang remnya blong, lalu menabrak sembilan kendaraan di depannya sebelum nyungsep di halaman sebuah vila, Ramka ternyata terpental dari pangkuan sang nenek dan terlempar keluar. Ternyata, itu justru menyelamatkan nasibnya.  ’’Alhamdulillah, Ramka mah salamet (selamat),” kata Resno kepada Radar Tasikmalaya (Jawa Pos Group/JPNN).

Dedah menaiki bus Karunia Bakti dengan tujuan Bogor. Dia berniat menengok keponakannya yang sakit. ’’Biasanya Teteh ke rumah saudara di Bogor pas Lebaran,’’ terang Wawang, 25, adik korban di sela-sela pemakaman.

Menurut Wawan, Dedah adalah janda tiga anak yang hidup bersama adik dan ibunya. ’’Saudara yang berada di Bogor itu tinggal di Kampung Tapos, Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi. Sebelum sampai, eh malah kecelakaan,’’ ujarnya. (Dilengkapi laporan Radar Tasimlaya/mtq/nal/rur/cr1/jpnn /c4/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Duka Warga yang Tertembak Peluru Aparat di Pelabuhan Sape


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler