jpnn.com, JAKARTA - Petani peserta food estate mengaku merasakan manfaat setelah bergabung dengan program pemerintah tersebut.
Selain produktivitas usaha tani tani naik, pendapatan para petani turut meningkat. Namun, diakui juga ada sejumlah kendala yang memerlukan perbaikan.
BACA JUGA: Program Food Estate di Lahan Bekas di Kalimantan Tengah Tuai Hasil Positif
Hal itu terungkap dalam diskusi Alinea Forum bertajuk "Dua Tahun Food Estate: Apa Saja Pencapaiannya?" yang digelar secara daring, Selasa (23/8).
Webinar itu menghadirkan dua perwakilan dari kelompok petani peserta food estate dan perwakilan dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian.
BACA JUGA: Food Estate Solusi Tepat Hadapi Penyusutan Lahan Pertanian Indonesia
Hartoyo selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rezeki di Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, mengaku produktivitas padi meningkat setelah bergabung dengan program food estate.
Terdapat 64 petani dengan luas lahan 100 hektare yang tergabung di kelompok Sumber Rezeki. Para petani bergabung sejak food estate dimulai pertengahan 2020.
BACA JUGA: Food Estate Bisa Mendukung Impian Indonesia jadi Lumbung Pangan Dunia
"Kalau sebelum (ada food estate) paling (produksi) sekitar 3 ton gabah per hektare. Sekarang berhubung ada bantuan pupuk dan benih, alhamdulillah (produksi) naik sekitar 1 sampai 1,5 ton per hektare," kata Hartoyo. Harga jual gabah pun naik karena kemudahan akses jalan.
Hartoyo menjelaskan dahulu harga gabah kering panen sekitar Rp4.700 per kg. Saat ini mencapai Rp5.000 per kg, bahkan bisa Rp5.700 per kg.
Ini antara karena jalan menuju ke wilayah lumbung pangan sudah dibangun dan beraspal. Pembangunan itu memudahkan petani mengangkut dan menjual.
"Untuk penjualan hasil (panen), itu lebih mudah. Dulu kami kalau menjual pakai kapal. Sekarang, alhamdulillah jalan sudah aspal. Ini lebih memudahkan kami untuk mengeluarkan hasil panen," ungkap Hartoyo.
Selama bergabung food estate, kata Hartoyo, pihaknya memperoleh sejumlah bantuan dari Kementerian Pertanian.
Mulai alat dan mesin pertanian (alsintan), bantuan benih dan pupuk hingga perbaikan infrastruktur yang menunjang penjualan hasil panen.
Karena produktivitas dan harga jual naik, kata Hartoyo, keuntungan petani pun naik. Dengan produktivitas 4 ton gabah kering panen per hektare, petani bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp8 juta.
Setahun, petani tanam padi dua kali. Selain padi, petani juga menanam sayuran dan berternak ayam atau itik. Ini menambah penghasilan bulanan.
Cerita hampir sama disampaikan Saiful Rokib. Ketua Kelompok Tani di Desa Sidomulyo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, itu bergabung dengan food estate sejak 2021.
Sebanyak 35 orang petani menanam komoditas bawang putih di lahan seluas total 16 hektare.
Di wilayah itu memang dikembangkan food estate hortikulta yang dikomandani oleh Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementan.
Selain bawang putih, juga ada bawang merah, kentang, dan cabai. Saiful mengakui, bawang putih bukan komoditas asing bagi warga desanya.
Di masa-masa jayanya, Sidomulyo adalah salah satu sentra bawang putih. Produktivitas, diakui Saiful, tinggi. Tapi karena waktu tanam tidak diatur dan tidak ada pembeli pasti, harga seringkali meluncur bebas alias jatuh. "Penyerapannya dan pasarnya belum jelas," kata Saiful.
Sejak tahun 1990-an, petani di Sidomulyo dan sekitarnya ogah menanam bawang putih. Mereka beralih menanam sayuran, seperti kol, cabai atau bawang merah.
Petani mau kembali menanam bawang putih karena Kementan sudah menyiapkan pembeli siaga atau offtaker sebagai mitra petani.
Harga, kata Saiful, sudah disepakati sebelum tanam dengan pembeli siaga.
"Ketika harga di pasar membaik, harga kesepakatan bisa naik. Petani juga mendapatkan mendapatkan bantuan bibit, mulsa plastik, dan pupuk. ni memudahkan, kami bergairah lagi menanam bawang putih," jelas Saiful.
Saiful mengaku, petani juga mendapatkan manfaat berupa aneka ragam akses informasi terkait pertanian.
Selain informasi budidaya, kata Saiful, kelompok tani juga mendapatkan informasi terkait teknologi pertanian mutakhir, pemasaran hasil, hingga akses permodalan..
"Di food estate ini banyak sekali pendidikan-pendidikan pertanian. Termasuk informasi permodalan dari KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang bagus. Ada juga beberapa pelatihan-pelatihan yang makin gencar. Jadi, di wilayah (kelompok tani) lain kena juga (mendapatkan) imbas dari food estate, semuanya baik," ungkapnya.
Namun demikian, jelas Saiful, mereka terkendala akses jalan. Jalan desa, jelasnya, belum beraspal sehingga jalanan licin dan membuat motor pengangkut hasil pertanian tergelincir. Maklum, Desa Sidomulyo berada di lereng penungungan.
"Sekarang ini tidak ada petani yang memanggul hasil pertanian, tetapi pakai sepeda motor. Ini jalannya licin. Kalau bisa, jalannya dibangun. Ini sangat membantu akses kami, sehingga tidak licin kalau bawa pupuk, karena kami kan di pegunungan, jalannya turun-naik," ujar Saiful.
Keluhan senada disampaikan Hartoyo. Kelompok dia mengalami kendala akses air. Ini terjadi karena aliran air dari saluran primer ke saluran sekunder terhambat.
"Saluran sudah dangkal. Ini menyulitkan akses air," kata dia. Dia berharap, akses air ini bisa diperbaiki.(flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi