Program Food Estate di Lahan Bekas di Kalimantan Tengah Tuai Hasil Positif

Senin, 01 Agustus 2022 – 15:14 WIB
Presiden Jokowi saat meninjau kawasan food estate di Kalimantan Tengah. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Langkah cepat pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan jangka panjang melalui program Food Estate mulai memperlihatkan hasil positif.

Ini terutama terjadi pada lahan food estate yang sudah jadi dan stabil alias bukan lahan bukaan baru.

BACA JUGA: Food Estate Buka Peluang Merealisasikan Kemandirian Pangan Indonesia

"Saya mengunjungi beberapa spot. Di Kalimantan Tengah yang dibina langsung oleh Kementerian Pertanian, (Red-hasilnya) bagus. untuk lahan yang sudah 'jadi', di sana sudah stabil," kata Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Bustanul Arifin dalam sebuah diskusi daring bertema "Ancaman Krisis Pangan Global: Antisipasi Kebijakan yang Diperlukan" baru-baru ini.

Menurutnya, sudah terlihat ada kemajuan di dua wilayah di Kalteng yaitu Pandih Batu dan Belanti Siam.

BACA JUGA: Food Estate Bisa Selamatkan Kebutuhan Pangan Jangka Panjang

Dia mengatakan itu karena ada pendampingan secara reguler dari Kementerian Pertanian. Mulai dari memberikan advokasi, penyuluhan, bahkan menyalurkan bantuan benih dan bibit padi serta hortikultura lain. Termasuk hewan-hewan ternak.

"Di situ bagus. Hasilnya ya memang tidak setinggi di Jawa, tetapi produksinya 4 ton hingga 5 ton padi per hektare. Kalau di Jawa (Red-produksi padi) 6 ton per hektare. Baru saya kepikiran, jangan-jangan untuk hal seperti itu pendampingan menjadi hampir mutlak,” kata Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung itu.

BACA JUGA: Menko Luhut Pengin Formula R5 IKA ITS Digunakan di Lahan Food Estate di Kalteng

Rata-rata produktivitas beras di Indonesia, jelas Bustanul, mulai membaik. Ini ditandai oleh peningkatan produktivitas dari 5,13 ton per hektare di 2020 menjadi 5,23 ton per hektare di 2021.

"Produktivitas beras pada 2021 mulai pulih. Tahun 2022 ekonomi beras lebih kompleks karena ancaman krisis. Inovasi baru dan perubahan teknologi menjadi amat krusial untuk menjawab tantangan baru ke depan,” katanya.

Menurut Bustanul, perlu strategi antisipasi dan aneka kebijakan ketahanan pangan ke depan.

Dalam jangka menengah, kata dia, dibutuhkan pendampingan dan pemberdayaan petani pada pertanian presisi, digitalisasi rantai nilai pangan, serta kerja sama Quadruple Helix ABGC.

Sebagai informasi Quadruple Helix merupakan model inovasi yang menekankan pada kerja sama antara empat unsur, yaitu pemerintah daerah/otoritas publik, industri, universitas/sistem pendidikan, dan komunitas masyarakat/pengguna.

Sementara Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Edi Santosa sebelumnya mengaku optimistis program Food Estate mampu mendukung Indonesia menjadi lumbung pangan dunia seperti yang dicita-citakan Kementerian Pertanian.

Kementerian Pertanian berupaya mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia atau world food storage pada 2045. Dia yakin itu bisa terwujud. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler