TENGGARONG – Prahara Partai Demokrat terus menggelinding. Ada yang memprediksi mundurnya Anas Urbaningrum sebagai ketua umum partai politik (parpol) pemenang Pemilu 2009 ini akan memengaruhi konstelasi politik di Benua Etam. Khususnya Kutai Kartanegara (Kukar), yang sejak tahun lalu dirundung dualisme kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
Apa yang terjadi setelah Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan 33 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat di Cikeas? Di mana, Ketua DPD Partai Demokrat Kaltim Isran Noor hadir dalam pertemuan pekan lalu itu. “Belum ada membicarakan soal dualisme di Kukar. Tetapi saya yakin, ini akan segera ada solusi,” kata Ketua Badan Pengkajian dan Strategi Pengembangan Daerah DPD Demokrat Kaltim, Jafar Haruna, yang juga hadir pada pertemuan di Cikeas.
Seperti diketahui, dualisme yang masih ngambang ini terjadi karena masing-masing kubu melaksanakan musda. Yaitu, kubu DPC pimpinan Windy Imelda yang terpilih secara aklamasi melalui musda pada Februari 2012 di GOR Aji Imbut Tenggarong Seberang. Kubu satunya adalah DPC pimpinan Ishack Iskandar yang juga terpilih secara aklamasi melalui musda beberapa pekan kemudian.
Dua matahari yang sempat disebut-sebut bersinar di lingkup Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat adalah bagian dari dualisme kepengurusan DPC tersebut. "Justru lebih bagus kalau ada dua pengurus, karena mereka pada dasarnya adalah satu di Demokrat. Ketika keduanya bersatu, jelas akan lebih kuat," terang Jafar.
Ia mengakui, setelah pertemuan di Cikeas memang prahara belum selesai. Tetapi pihaknya sudah melihat titik terang atas upaya penyelamatan partai. Sekarang Demokrat di bawah kendali Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono akan siap-siap melakukan pertemuan lanjutan untuk memilih secara aklamasi Plt (pelaksana tugas) ketua umum Partai Demokrat.
Setelah itu, mereka akan melapor ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait pencalonan anggota legislatif untuk Pemilu 2014 mendatang. "Kalau ternyata Plt ketua umum tidak bisa menandatangani berkas calon anggota legislatif. Maka akan segera dilakukan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk memilih ketua umum definitif," jelasnya.
Untuk menjadi Plt ada kriteria khusus. Yaitu tidak boleh rangkap jabatan. Figur ketua hanya semata-mata mengurusi partai. Sehingga kalau ada pejabat eksekutif dan legislatif berminat jadi ketua umum, dia harus mengundurkan diri lebih dahulu. Artinya, kader-kader terbaik Demokrat dari Kaltim seperti Isran Noor (bupati Kutim), Syaharie Jaang (wali kota Samarinda, dan Heru Bambang (wawali Balikpapan) tidak bisa maju. Kecuali yang bersangkutan meletakkan jabatannya di eksekutif.
Soal persiapan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim periode 2013-2018 mendatang, menurut Jafar, sejuh ini isu yang berkembang masih komit pada pasangan Imdaad Hamid (mantan wali kota Balikpapan) - Farid Wadjdy (wagub Kaltim). Namun, ia tidak menampik bahwa peta politik bisa berubah kapan saja.
Mengenai sikap Partai Gerindra yang memunculkan nama Imdaad berpasangan dengan Ipong Muchlissoni (ketua Partai Gerindra Kaltim), bagi Demokrat wajar-wajar saja.
Tetapi Jafar menilai, Gerindra tidak cukup kuat untuk mengusung formasi tersebut. Pasalnya, Gerindra tidak bisa mandiri dalam mengusung calon di Pilgub mendatang. Mereka harus berkoalisi, karena hanya memiliki tiga kursi di DPRD Kaltim.(kri/tom/k1)
Apa yang terjadi setelah Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan 33 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat di Cikeas? Di mana, Ketua DPD Partai Demokrat Kaltim Isran Noor hadir dalam pertemuan pekan lalu itu. “Belum ada membicarakan soal dualisme di Kukar. Tetapi saya yakin, ini akan segera ada solusi,” kata Ketua Badan Pengkajian dan Strategi Pengembangan Daerah DPD Demokrat Kaltim, Jafar Haruna, yang juga hadir pada pertemuan di Cikeas.
Seperti diketahui, dualisme yang masih ngambang ini terjadi karena masing-masing kubu melaksanakan musda. Yaitu, kubu DPC pimpinan Windy Imelda yang terpilih secara aklamasi melalui musda pada Februari 2012 di GOR Aji Imbut Tenggarong Seberang. Kubu satunya adalah DPC pimpinan Ishack Iskandar yang juga terpilih secara aklamasi melalui musda beberapa pekan kemudian.
Dua matahari yang sempat disebut-sebut bersinar di lingkup Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat adalah bagian dari dualisme kepengurusan DPC tersebut. "Justru lebih bagus kalau ada dua pengurus, karena mereka pada dasarnya adalah satu di Demokrat. Ketika keduanya bersatu, jelas akan lebih kuat," terang Jafar.
Ia mengakui, setelah pertemuan di Cikeas memang prahara belum selesai. Tetapi pihaknya sudah melihat titik terang atas upaya penyelamatan partai. Sekarang Demokrat di bawah kendali Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono akan siap-siap melakukan pertemuan lanjutan untuk memilih secara aklamasi Plt (pelaksana tugas) ketua umum Partai Demokrat.
Setelah itu, mereka akan melapor ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait pencalonan anggota legislatif untuk Pemilu 2014 mendatang. "Kalau ternyata Plt ketua umum tidak bisa menandatangani berkas calon anggota legislatif. Maka akan segera dilakukan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk memilih ketua umum definitif," jelasnya.
Untuk menjadi Plt ada kriteria khusus. Yaitu tidak boleh rangkap jabatan. Figur ketua hanya semata-mata mengurusi partai. Sehingga kalau ada pejabat eksekutif dan legislatif berminat jadi ketua umum, dia harus mengundurkan diri lebih dahulu. Artinya, kader-kader terbaik Demokrat dari Kaltim seperti Isran Noor (bupati Kutim), Syaharie Jaang (wali kota Samarinda, dan Heru Bambang (wawali Balikpapan) tidak bisa maju. Kecuali yang bersangkutan meletakkan jabatannya di eksekutif.
Soal persiapan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim periode 2013-2018 mendatang, menurut Jafar, sejuh ini isu yang berkembang masih komit pada pasangan Imdaad Hamid (mantan wali kota Balikpapan) - Farid Wadjdy (wagub Kaltim). Namun, ia tidak menampik bahwa peta politik bisa berubah kapan saja.
Mengenai sikap Partai Gerindra yang memunculkan nama Imdaad berpasangan dengan Ipong Muchlissoni (ketua Partai Gerindra Kaltim), bagi Demokrat wajar-wajar saja.
Tetapi Jafar menilai, Gerindra tidak cukup kuat untuk mengusung formasi tersebut. Pasalnya, Gerindra tidak bisa mandiri dalam mengusung calon di Pilgub mendatang. Mereka harus berkoalisi, karena hanya memiliki tiga kursi di DPRD Kaltim.(kri/tom/k1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Dicurigai Main Mata
Redaktur : Tim Redaksi