Pemungutan suara pada pemilu di Indonesia telah selesai digelar pekan lalu.
Walau hasil penghitungan suara resminya belum selesai dan pemenangnya belum diumumkan, hasil hitung cepat dan real count yang masih berjalan telah mengindikasikan siapa yang akan keluar sebagai pemenang.
BACA JUGA: Pakar HTN: Hak Angket Tak Bisa Membatalkan Hasil Pemilu 2024
Meski demikian, sejumlah organisasi sipil mengatakan telah menemukan berbagai kecurangan.
Berikut sejumlah perkembangan pasca pemilu Indonesia yang kami ketahui.
BACA JUGA: Yanuar Prihatin: Tidak Usah Takut dengan Hak Angket
Bagaimana hasil penghitungan real count sementara?Menurut penghitungan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum, Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk sementara mendapat suara terbanyak.
Dari 74,21 persen suara yang telah dihitung hingga Rabu 21 Februari 2024, Prabowo-Gibran unggul dengan perolehan 58,8 persen suara, diikuti Anies-Muhaimin sebanyak 24,1 persen suara dan Ganjar Pranowo dengan 17,05 persen suara.
BACA JUGA: Adian PDIP Anggap Hak Angket Tidak Akan Memicu PerpecahanÂ
Namun, sejumlah organisasi masyarakat sipil telah melaporkan maraknya dugaan kecurangan pemilu.Apa saja temuan organisasi masyarakat sipil?
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menemukan dugaan kecurangan pemilu yang dilakukan menjelang, saat, dan setelah proses pemungutan suara di hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Sebelum pemungutan suara, banyak ditemukan pemimpin daerah memenangkan dan mengarahkan pemilih mencoblos salah satu pasangan.
"Itu dilakukan baik secara tidak langsung melalui pendekatan halus maupun to the point dengan ancaman verbal," kata Okky Madasari, akademisi sekaligus founder OM Institute.
Ia mengatakan pimpinan daerah juga aktif membagikan bahan kebutuhan pokok atau uang tunai dalam lingkup program bantuan sosial dan di beberapa tempat ditemukan ada arahan, bujukan, bahkan pemberian uang dari kepala pesantren terhadap santri mulai dari ratusan ribu rupiah sampai Rp1 juta per orang untuk memilih pasangan calon tertentu.
"Campur tangan otoritas lokal itulah yang kami temukan sebagai salah satu faktor kunci bagi pemilih untuk memutuskan pilihannya. Sebagian besar di TPS itu memenangkan pasangan nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka," tutur Okky.
Ini sejalan dengan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menemukan adanya ketidaknetralan aparatur negara, mulai kepala desa sampai pejabat gubernur, saat Pemilu 2024.
"Temuan terkait netralitas aparatur negara sangat berhubungan dengan politik uang untuk pemenangan peserta Pemilu tertentu," kata wakil ketua Komisi itu, Pramono Ubaid Tanthowi.
Luki Djani dari Jaga Pemilu mengaku menerima ratusan laporan dugaan pemilu, sekitar 300 di antaranya telah diverifikasi.
Bentuknya bervariasi, mulai dari surat suara di yang sudah tercoblos, sampai dugaan kecurangan setelah pemungutan berupa input data yang berbuntut penggelembungan suara yang menguntungkan salah satu kandidat.
Feri Amsari, peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas menambahkan, indikasi kecurangan pemilu bahkan sudah dimulai sejak pemerintah Presiden Joko Widodo membagi-bagikan bantuan sosial kepada masyarakat, menaikkan gaji penyelenggara negara dan aparat pemerintah, termasuk anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, menjelang pemilihan umum.
"Ini tidak sehat bagi demokrasi karena kebijakan itu akan menguntungkan anak dari petahana yang maju dalam kontestasi pilpres dan ini juga tidak baik bagi proses penyelenggaran negara," kata Feri.Apa tanggapan masing-masing kandidat?
Ganjar Pranowo yang memperoleh suara terkecil menurut penghitungan sementara yang tengah berjalan adalah kandidat yang pertama kali mengomentari hasil hitung cepat.
“Kamu percaya enggak suara saya segitu?” tanya Ganjar kepada wartawan pekan lalu.
Tim pemenangan Ganjar Pranowo kemudian resmi membentuk tim hukum untuk mengusut dan mengumpulkan bukti dugaan kecurangan pemilu dan memperkarakannya ke Mahakamah Konstitusi.
Selain membentuk tim hukum, Ganjar juga mendorong PDIP dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai partai politik pengusungnya yang berada di parlemen, untuk menggunakan hak angket atas dugaan kecurangan pada pemilihan umum.
"DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu selaku penyelenggara Pemilu," kata dia.
Capres lainnya, Anies Baswedan, juga mengungkapkan adanya laporan dugaan kecurangan.
"Kami ingin sampaikan pada semua, dari temuan sementara, kami menemukan masalah terbesar bukan di bilik suara tapi kegiatan pra-pemungutan suara," kata Anies pada Selasa (20/02).
"Ini temuan yang paling mendasar dan mengkhawatirkan. Jadi kualitas dari hasil Pemilu yang sesungguhnya harus mencerminkan aspirasi rakyat di dalam temuan justru sebagian bukan aspirasi rakyat," katanya.
Ia juga mengaku berkomunikasi secara instensif dengan tim Ganjar Pranowo dan menyebut koalisi partai pendukungnya di parlemen siap mendukung jika partai pengusung Ganjar menggulirkan inisiatif hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu.
Tim kampanye nasional Prabowo Subianto membantah telah terjadi kecurangan pemilu yang memenangkan Prabowo.
"Nanti kami akan buktikan bahwa anggapan dan tuduhan-tuduhan itu tidak benar," kata Ahamd Muzani, wakil ketua tim kampanye.
Ia mengatakan saat ini tim sedang mengumpulkan bukti-bukti kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.Tapi, apakah hasil pemilu bisa dianulir?
Jawaban singkatnya, bisa.
Undang-undang Pemilu menyebut pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif merupakan salah satu pelanggaran pemilu terberat yang dapat mengakibatkan didiskualifikasinya peserta pemilu.
Meski belum ada preseden atau yurisprudensi pembatalan hasil pemilu, namun melihat apa yang terjadi, ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Dr Herlambang Wiratraman menilai hasil Pemilu 2024 layak dibatalkan.
"Mengapa? Karena pemilu ini berangkat dari proses yang begitu banyak manipulasinya dan kecurangan ini telah terjadi jauh sebelum pemungutan suara, sehingga dengan kerangka berpikir [kecurangan] terstruktur, sistematis, dan masif, hasil pemilu ini sudah bisa dianulir," kata Herlambang kepada ABC.
Ia membenarkan ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh melalui Bawaslu atau melalui MK melalui pengajuan sengketa pemilu setelah hasil akhirnya penghitungan suara diumumkan KPU, pada 20 Maret.
"Tetapi proses yang akan dilihat Bawaslu sangat formal dan tidak bisa melacak dugaan kecurangan yang berkaitan dengan kebijakan, yang sebenarnya begitu kuat terjadi sebelum proses pemungutan suara, sehingga kewenangannya dalam hal pemberian sanksi juga terbatas," katanya.
Menurutnya Mahkamah Konstitusi selama ini hanya mengambil peran menengahi selisih perolehan suara, dan belum pernah mengambil inisiatif mengungkap kasus kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif seperti yang diminta oleh undang-undang.
"Pilihan lainnya adalah memang melalui proses politik yang mekanisme konstitusionalnya ada di DPR melalui hak angket," tutupnya.
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanya Butuh 1,5%, PSI Masih Berpeluang Melenggang ke Senayan