jpnn.com, BANDUNG - Satgas Saber Pungli Jawa Barat mendalami adanya temuan bantuan sosial sembako yang tidak sesuai dengan kualitas di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Dugaan penyelewengan bansos itu terjadi di sejumlah kecamatan, yakni Kecamatan Padalarang, Ciburuy, Cipatat, dan Cililin.
BACA JUGA: Peristiwa Mengerikan Ini Terjadi di Bandung, Para Orang Tua Harus Hati-hati
"Untuk KBB, sejauh ini pokoknya masih didalami, iya intinya temuannya betul ada itu," kata Kepala Bidang Data dan Informasi Satgas Saber Pungli Jabar M Yudi Ahadiat saat dihubungi di Bandung, Senin.
Dari temuan tersebut, menurutnya ada sejumlah pihak yang diduga terlibat penyelewengan atau kecurangan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) itu mulai dari supplier, oknum instansi, dan pengelola E-Warung.
BACA JUGA: Pemakaman Anggiat Togap Hutahaean Dijaga Ketat Polisi dan TNI, Siapakah Dia?
Dia menjelaskan, temuan kecurangan itu diawali dari adanya pengaduan masyarakat soal kualitas beras yang tidak sesuai dengan aturan dari Kementerian Sosial.
Selain itu, beras yang dijual oleh E-Warung pun diduga harganya jauh lebih tinggi dari rata-rata eceran tertinggi. Normalnya, kata dia, harga beras hanya berkisar Rp9.000 per kilogram, namun dari temuan itu harga yang dijual yakni mencapai Rp11.000 per kilogram.
BACA JUGA: Tri Rismaharini: Saya Sudah Mendapatkan Laporan soal Itu
"Kemudian juga telur, itu juga disuplai oleh oknum, mau enggak mau, beli dari situ, harganya mahal juga, di pasaran Rp22,500, tapi jadi Rp29 ribu," kata dia.
Adapun BPNT tersebut yakni bantuan dari pemerintah yang diberikan kepada KPM setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan pangan atau E-Warung yang bekerja sama dengan bank.
Menurut Yudi, setiap bulannya keluarga penerima manfaat (KPM) mendapat bantuan non tunai senilai Rp200 ribu. Lalu masyarakat bisa mencairkan pangan tersebut melalui E-Warung.
Setelah ditelusuri, menurutnya bahan pangan yang dijual di E-Warung di KBB itu tidak sesuai kualitas meski telah dikemas sedemikian rupa hingga menyerupai dengan produk standar.
"Jadi berasnya mengenakan karung yang bercap, ya disitu ada izin edar, kemudaian capnya berkualitas premium, padahal berasnya seperti itu," kata dia.
Sejauh ini, ia pun masih menghitung jumlah KPM yang telah menerima paket sembako yang tidak sesuai dengan prosedur tersebut. Pihaknya pun masih mendalami keterkaitan instansi dan supplier terkait kasus tersebut.
"Kita masih hitung berapa orangnya, berapa nilainya, berapa barangnya, masih kita dalami, hampir dipastikan keuntungannya si supplier tanpa modal itu sekitar Rp9.000 hingga Rp17.000 per paket," kata Yudi. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti