jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyoroti langkah polisi menggunakan gas air mata seusai laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10).
Menurut dia, penggunaan gas air mata di luar prosedur itu menjadi sebab banyaknya korban jiwa dalam insiden yang dikenal dengan sebutan Tragedi Kanjuruhan itu.
BACA JUGA: Jokowi: Khusus kepada Kapolri, Saya Minta Menginvestigasi dan Mengusut Tuntas Kasus Ini
Isnur menyatakan Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional atau Federation Internationale de Football Association (FIFA) melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Larangan itu tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations.
BACA JUGA: Tragedi Kanjuruhan, Edi Hasibuan Minta Propam Polri Turun Tangan
"Pasal 19 FIFA Stadium Safety and Security Regulations menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion,” ujar Isnur, Minggu (2/10).
Selain itu, Isnur juga menilai penggunaan gas air mata itu bertentangan dengan sejumlah peraturan di internal Polri.
BACA JUGA: Irjen Suntana: Tolong, Para Bobotoh tidak Perlu ke Stadion GBLA
Isnur juga memerinci lima Peraturan Kapolri (Perkapolri) yang berkaitan dengan pengendalian massa.
Satu, Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Dua, Perkapolri Nomor 01 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian
Tiga, Perkapolri Nomor 08 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI.
Empat, Perkapolri Nomor 08 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara
Lima, Perkapolri Nomor 02 Tahun 2019 tentang Pengendalian Huru-hara
Isnur menyebut penggunaan gas mata yang tidak sesuai prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribune berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak napas, pingsan, dan saling injak.
"YLBHI menilai penanganan aparat dalam mengendalikan massa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM," tuturnya. (mcr4/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi