jpnn.com - SURABAYA – Tahun ini Real Estate Indonesia (REI) Jawa Timur menargetkan pembangunan 25 ribu unit rumah bersubsidi.
Angka itu berada di atas target Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim yang mematok 15 ribu unit.
BACA JUGA: Jokowi Datang, Penumpang Di Bandara Padang Meningkat Hampir 100 Persen
Ketua DPD REI Jatim Paulus Totok Lusida menyatakan, sejauh ini pembangunan rumah bersubsidi berjalan sesuai dengan target.
Menurut dia, dengan tingginya kebutuhan terhadap rumah KPR FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan), pembangunan rumah bersubsidi semestinya bisa lebih banyak.
BACA JUGA: Harga Premium di Kota Ini Belum Normal
Pembangunan rumah bersubsidi terkendala oleh peraturan kepala desa (Kades) yang menimbulkan biaya tinggi. Di tiap desa, ketentuannya berbeda-beda.
Sebab, pembangunan rumah bersubsidi pasti berurusan dengan kepala desa. Mulai hak atas tanah hingga riwayat tanah yang membutuhkan tanda tangan kepala desa.
BACA JUGA: Share Keuangan Syariah Masih 5 Persen
’’Bahkan, ada yang sudah berada di tahap pembebasan tanah, tapi tidak disetujui kepala desa. Akhirnya, tidak jalan,’’ katanya.
Karena itu, lanjut dia, diperlukan langkah dari pemerintah daerah untuk membuat peraturan bupati, wali kota atau bentuk kebijakan lain yang bisa memuluskan pembangunan rumah bersubsidi. Dia mencontohkan Surabaya yang sudah membuat peraturan mengenai pembangunan proyek realestat.
’’Kami sudah bekerja sama dengan pemerintah Surabaya. Jadi, saat daerah tersebut merupakan kategori komersial, datang ke pemkot langsung mendapatkan izin. Tidak perlu ke penduduk sekitar. Karena itu, kami harap itu bisa ditiru pemda lain sehingga pembangunan rumah subsidi tidak menimbulkan biaya yang tinggi,’’ ungkapnya.
Ketua Apersi Jatim Soepratno menuturkan, hampir semua perizinan melibatkan struktur paling bawah, yakni kepala desa. Misalnya, pembuatan izin mendirikan bangunan (IMB), split sertifikat, atau soal fasilitas makam.
Karena itu, dia menilai perlu ada kepastian biaya perizinan yang dikeluarkan. ’’Tidak seperti sekarang yang biayanya tiap desa berbeda-beda,’’ ucapnya.
Market rumah bersubsidi diperkirakan bergairah kembali pada semester kedua tahun ini. Sampai sekarang, penjualan rumah bersubsidi di Jatim mencapai 40 persen dari target 9.000 unit. Pasar rumah FLPP terbuka lebar. Berapa pun unit yang dibangun pasti laku karena kebutuhannya memang besar.
Namun, dari total realisasi unit yang dibangun tahun ini, 10 persen di antaranya merupakan stok tahun lalu.
’’Perbankan ketat dalam mengucurkan kredit FLPP. Itu yang membuat pembangunan rumah bersubsidi agak lambat,’’ ujarnya kemarin.
Selain itu, kondisi ekonomi memengaruhi permintaan FLPP tahun lalu meski tidak terlalu signifikan. Sebab, masyarakat yang berpenghasilan rendah mendapatkan kemudahan melalui kebijakan yang sudah diluncurkan sebelumnya. (res/c5/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dirut ASDP: Ini Prestasi Luar Biasa
Redaktur : Tim Redaksi