jpnn.com - MEDAN - Persoalan pengisian kursi Wakil Gubernur Sumut (Wagubsu) hingga saat ini belum juga tuntas. Untuk mempercepat prosesnya, anggota DPRD Sumut Fraksi PDI-P, Sutrisno Pangaribuan mengajak koleganya untuk mematuhi UU No 10/2016.
Sebab, dia menilai rekan-rekannya sudah amat jauh dari UU No 10/2016 dalam rangka memilih orang yang akan menempati kursi Sumut 2. Sutrisno menyebut pada saat Tengku Erry Nuradi dilantik menjadi Gubenur Sumut sisa masa jabatan 2013-2018, DPRD Sumut mengacu kepada UU No 8/2015 tentang Pilkada.
BACA JUGA: Sabar, Penerbangan Perintis ke Miangas Segera Diwujudkan
"Dulu tidak ada perdebatan untuk pelantikan Tengku Erry, semua sepakat mengacu UU No 8/2015, dan tidak ada pansus untuk itu, bahkan tidak ada konsultasi sampai ke Kemendagri. Tapi, kenapa untuk mengisi jabatan wakil gubernur terjadi perdebatan panjang, padahal sudah jelas bertentangan dengan UU No 10/2016," kata Sutrisno, seperti diberitakan Sumut Pos (Jawa Pos Group) hari ini (6/10).
Politisi PDI-P itu menambahkan bahwa surat Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) yang ditandatangani oleh Dirjen Otda sudah bertentangan dengan UU No 10/2016. Sehingga, tidak bisa dijadikan pemodan untuk pengisian kursi wakil gubernur."Saya akan mengajak anggota dprdsu waras dengan memedomani uu no.10 tahun 2016 untuk melakukan setiap tahapan pemilihan wagubsu,"bilang Sekretaris Komisi C DPRD Sumut ini.
BACA JUGA: Dua Orang Ditangkap Terkait Dwelling Time di Pelabuhan Belawan
Dia lebih memilih untuk taat dengan UU No 10/2016 dari pada surat Kemendagri yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. "Bunyi pasal 176 UU No.10 Tahun 2016 sudah sangat jelas menegaskan bagaimana tahapan pemilihan wakil gubsu dan parpol mana yang berhak. Oleh karena itu tidak ada lembaga yg punya otoritas menafsir uu no.10 tahun 2016,"paparnya.
Perlawanan serta sikap yang dilakukannya ini merupakan wujud dari kewarasan dirinya. "Saya punya kewajiban menyampaikan kebenaran, meskipun harus kalah pada akhirnya. Nanti akan kelihatan siapa yang waras dan tidak,"sebutnya.
BACA JUGA: Alasan Merayakan Ultah Kekasih, Eh Pada Mesum Semua
Ketua PKNU Sumut, Ikhyar Velayati Harahap mengaku sudah mendengarkan informasi perihal sikap Gubernur yang mengirimkan dua nama cawagubsu ke DPRD Sumut.
Namun ada pertanyaan yang cukup mengganjal, dimana surat yang dikirimkan Gubernur hanya berupa terusan dari surat yang dikirimkan PKS dan Hanura perihal usulan nama cawagubsu.
"Harus di perjelas dulu bentuk surat tersebut, jika surat tersebut berisi usulan gubernur meneruskan nama cawagub dari PKS dan Hanura ke DPRD untuk di paripurnakan, maka surat dari gubernur tersebut bertentangan dengan Undang undang no 10 Tahun 2016 pasal 176 ayat 1 dan 2. Dalam ayat 1 di sebutkan mekanisme pemilihan berdasarkan usulan dari Parpol Politik Pengusung. Partai Politik pengusung dalam Pilkada 2013-2018 adalah PKNU, PKS, Hanura, Patriot dan PPN. Sementara usulan nama yang masuk ke Gubernur hanya PKS dan Hanura," ujar Ikhyar.
Ikhyar menyebut di dalam ayat 2 UU NO 10 tahun 2016 , bahwa Parpol pengusung mengusulkan dua nama, yang di maksud dengan dua nama adalah Parpol pengusung berembuk dan menyepakati dua nama yang di tetapkan, dua nama tersebut kemudian di kirim dalam satu format surat yang di tandatangi oleh semua Parpol pengusung beserta lampiran surat keputusan dari DPP masing masing Parpol.
"Jika Gubernur mengirimkan nama usulan tersebut, maka Gubernur ikut terlibat dalam pelanggaran Undang undang yang berlaku saat ini, dan PKNU beserta parpol pengusung lainnya akan menggugat surat Gubernur tersebut ke PTUN Medan. Tetapi saya tidak yakin Gubernur melakukan hal tersebut, karena setahu saya Gubernur sangat berhati hati dan arif dalam melihat persoalan yang sedang terjadi saat ini," paparnya.(dik/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Penerima Dana Hibah Terbesar
Redaktur : Tim Redaksi