jpnn.com, JAKARTA - Indonesia terus berupaya mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan. Salah satunya melakukan kerja sama antar lembaga penelitian Amerika Serikat, National Bureau of Asian Research (NBR) dan Institute for Energy Economics (IIEE), organisasi non-profit di Indonesia.
Kerja sama lembaga penelitian tersebut dilakukan melalui gelaran Konferensi Clean EDGE Asia yang berlangsung di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, dengan tema "Energy Transitions and Equitable Development in Southeast Asia” pada 30-31 Januari 2024.
BACA JUGA: Soal Transisi Energi Terbarukan, Anies: Nasib Pekerja Tambang Juga Harus Dipikirkan
NBR merupakan lembaga penelitian di Amerika Serikat yang berfokus pada perubahan lingkungan strategis di Asia yang bertujuan untuk membantu para pengambil keputusan untuk lebih memahami Asia dan menyusun kebijakan yang konkrit dan dapat ditindaklanjuti.
Konferensi Clean EDGE Asia merupakan puncak dari upaya mengumpulkan pemangku kepentingan, pakar teknis, dan pembuat kebijakan dari Asia Tenggara, Amerika Serikat, dan seluruh kawasan Indo-Pasifik untuk bertukar pemahaman dan tantangan dalam meningkatkan kesadaran kolektif serta menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat diimplementasikan untuk mendukung dan mempercepat pengembangan serta transisi energi yang adil di Asia Tenggara.
BACA JUGA: Potensi Energi Terbarukan di Indonesia Melimpah, Daerah Penghasil Untung
Dalam menyelenggarakan konferensi Clean EDGE Asia 2024 di Jakarta, NBR menggandeng IIEE sebagai institusi penelitian yang berfokus pada isu energi yang berbasis di indonesia.
IIEE merupakan sebuah organisasi non-profit yang berfokus pada kajian ekonomi energi dalam mendukung pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya enegi berkelanjutan di indonesia.
BACA JUGA: Pertamina Ingin Wujudkan Sekolah Adiwiyata Nasional Berbasis Energi Terbarukan
Konferensi ini mencakup delapan tema pembahasan utama mengenai transisi energi di Asia Tenggara, antara lain: "Southeast Asia in the Energy Transition", " Development Financing", "Pathways to Net Zero: The Role of Fossil Fuels in the Indo-Pacific", "New Energy Technologies: Hydrogen", "New Energy Technologies: CCS and SMRs, "Critical Mineral Supply Chains", "Ensuring a Just Transition", dan ditutup dengan "A Call to Action".
Sebanyak 43 pembicara dari berbagai institusi membagikan pengetahuan dan pandangan mereka dalam konferensi ini.
Konferensi dibuka dengan sambutan dari Roy Kamphausen, Presiden National Bureau of Asian Research (NBR), menyatakan konferensi ini bertujuan untuk menemukan solusi atas tantangan meningkatkan energi terbarukan dan diversifikasi bauran energi lokal, yang secara lebih luas mendukung pengembangan akses energi yang berkelanjutan dan memadai di seluruh wilayah.
“Kemitraan ini sangat penting dan akan dirancang untuk menggabungkan berbagai kepentingan para mitra. Kami sangat antusias dengan partisipasi banyak pembicara, sehingga dapat memperkaya perspektif Asia Tenggara mengenai topik-topik ini,” kata Roy Kamphausen, Rabu (31/1).
Arifin Tasrif, Menteri ESDM Indonesia, juga turut hadir dan memberikan kata sambutan di hari pertama konferensi.
Beliau menyampaikan penghargaannya atas inisiatif penyelenggaraan konferensi ini, khususnya di saat Indonesia sedang berupaya melakukan transisi energi.
"Melalui kerja sama internasional dan pembangunan yang cerdas, kami akan mengoptimalkan pemanfaatan tenaga listrik dan potensi energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Kerja sama dan kolaborasi antar negara di kawasan ini akan mengoptimalkan potensi sumber daya energi bersih untuk memasok kebutuhan regional dan meningkatkan kapabilitas," ujar Arifin Tasrif.
Hal senada diungkapkan oleh Pak Didi Hasan Putra, selaku Direktur Eksekutif Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE).
Dia berharap dengan terlaksananya acara ini, dapat mendorong berbagai pemangku kepentingan bukan saja di Indonesia, tetapi juga di wilayah Asia Tenggara.
“Tujuanya untuk mengembangkan strategi mewujudkan transisi energi yang efektif, berkeadilan, serta kolaboratif, khususnya dalam tantangan memitigas runah kaca, dimana Indonesia merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di Asia Tenggara,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Indonesia telah mengambil peran dalam upaya transisi energi regional dan internasional, yang ditunjukkan melalui penyelenggaraan Presidensi G-20 pada tahun 2022 dan KTT ASEAN pada tahun 2023.
Inisiatif ini sejalan dengan komitmen Indonesia pada Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership-JETP) bersama mitra internasional. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif