Potensi Energi Terbarukan di Indonesia Melimpah, Daerah Penghasil Untung

Senin, 22 Januari 2024 – 11:47 WIB
Focus Group Discussion (FGD) ini sebagai kontribusi UNSADA dalam mendukung program pemerintah menurunkan emisi melalui penggunaan energi terbarukan sesuai dengan yang sudah ditetapkan, yakni 23% pada 2025. Foto dok. UNSADA

jpnn.com - Sekolah Pascasarjana Energi Terbarukan Universitas Darma Persada (UNSADA) mempertemukan para pemangku kepentingan untuk bertukar pikiran mengenai potensi energi panas bumi di tanah air.

Pertemuan yang dikemas apik dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) ini sebagai kontribusi UNSADA dalam mendukung program pemerintah menurunkan emisi, melalui penggunaan energi terbarukan sesuai dengan yang sudah ditetapkan, yakni 23% pada 2025.

BACA JUGA: UNSADA Gelar FGD Panas Bumi Demi Mendukung Pengembangan Energi Terbarukan

“Perlu adanya riset dan inovasi dalam menjalankan transisi energi, maka dari itu kami sebagai akademisi dan pakar-pakar mewadahi forum berdiskusi mengenai energi panas bumi di Indonesia,” tutur Rektor UNSADA Agus Salim Dasuki dalam sambutannya dikutip Senin (22/1).

Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris Yahya menyampaikan bahwa masih ada tantangan dalam mengelola panas bumi adalah tingginya risiko eksplorasi, kelayakan keekonomian PLTP yang variatif, dan keterbatasan akses pendanaan bagi pengembang.

BACA JUGA: Saleh Sebut Gibran Tampil Mengesankan dan Sopan Meski Dikeroyok Kiri Kanan

Jika Indonesia bisa mengelola tantangan yang ada dan melakukan optimalisasi energi panas bumi, hal ini dapat berdampak positif seperti menghasilkan pertumbuhan ekonomi daerah, memberikan bonus produksi dan dana bagi hasil untuk pemda, dan PNBP. 

Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) berupa panas bumi sejalan dengan komitmen pengurangan emisi dan green energy, Indonesia masuk urutan kedua pengguna geothermal di dunia dengan potensi panas bumi mencapai 23.060,4 MW. 

BACA JUGA: Gibran Mengeklaim Food Estate Ada yang Berhasil, Mahfud MD Tersenyum, Lalu Menundukkan Kepala

"Namun, kita belum bisa menyaingi US karena belum optimal mengelola potensi panas bumi, padahal proyek panas bumi dapat memberikan untuk bagi daerah penghasil panas bumi" ujar Harris saat FGD bertajuk Potensi Pengembangan Panas Bumi di UNSADA.

Geothermal, lanjutnya, mempunya masa eksplorasi di 7 tahun pertama. Hal ini sudah termasuk perizinan ke pemerintah dan masyarakat.

Namun, ada perusahaan yang masih sulit mendapatkan izin, padahal hal tersebut juga akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Haris menambahkan lroyek PLTP sejalan dengan target pengembangan jangka panjang dalam mencapai Net Zero Emission. PLTP dapat menyediakan listrik yang amdal dan berkelanjutan dengan faktor kapasitas 90-95%. 

Kemudian, panas bumi bersifat terbarukan dapat beroperasi berkelanjutan dengan menjaga kesetimbangan reservoir. 

“Sekarang ini waktu yang paling tepat untuk mengembangkan energi panas bumi untuk Indonesia, karena jika masih menunggu tahun-tahun berikutnya lagi harga yang relatif akan makin berubah, teknologi kian maju, dan tantangan zaman yang meningkat,” ungkap Haris. 

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit EBT sampai dengan 2023 sebesar 3.322 MW dengan kenaikan rata-rata sekitar 6% per tahun.

Saat ini Indonesia masih dalam 13% pemanfaatan EBT, sedangkan target yang ditetapkan adalah 23% pada 2025 mendatang. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya bersama untuk melakukan perubahaan. 

Pada kesempatan sama, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi Riki Firmandha Ibrahim memaparkan bahwa dengan adanya pengeboran panas bumi dapat membuat ekonomi beserta kesejahteraan masyarakat meningkat. Namun, tantangan pengembangan geothermal di Indonesia salah satunya adalah isu demonstrasi dari masyarakat. 

“Dalam melaksanakan eksplorasi geothermal, kita juga perlu merangkul segala lapis pemangku kepentingan salah satunya adalah masyarakat, dengan adanya panas bumi di daerah tersebut dapat membuat ekonomi beserta kesejahteraan masyarakat meningkat,” jelas Riki.

Sebagai pemain terkemuka di sektor energi terbarukan, Anggota DEN RI dan Pascasarjana Energi Terbarukan Universitas Darma Persada As Natio Lasman juga mengungkapkan bahwa panas bumi sangat diharapkan dapat berperan dalam mendukung pemenuhan kebutuhan listrik pada beban dasar.

Walakin, kenyataannya hingga saat ini baru sekitar 10% pembangkitan tenaga listrik dari panas bumi yang telah dikonstruksi dan dioperasikan. Masih perlu terobosan untuk pengembangan pemanfaatannya. 

“Dalam tahun 2060 kita juga sudah mulai mengimplementasikan dekarbonisasi bahan bakar fosil, menganti generator diesel dengan pembangkit listrik berbahan gas dan ET men-shutdown beberapa PLTPU. Salah satu pengoptimalisasi ET adalah geothermal," jelas As Nation. 

Sementara, Harris menambahkan tidak ada alasan untuk menunda-nunda menggali potensi energi terbarukan di Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang Indonesia miliki. Hal tersebut bisa memberikan keuntungan bagi daerah penghasil, sehingga harus dikelola sebaik mungkin untuk Indonesia yang lebih baik. (esy/jpnn.com)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Seleksi PPPK 2024: Honorer Punya Waktu 4 Hari Lagi, Jangan Sampai Terlambat


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler