Dukung Revisi, Prof Romli Ibaratkan KPK seperti Mobil Butut

Selasa, 10 September 2019 – 21:43 WIB
Pakar hukum Romli Atmasasmita. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita menilai KPK harus diawasi. Karena itu, dia mendukung revisi UU KPK yang diusulkan oleh DPR.

“Revisi UU KPK itu harus, pembentukan pengawas harus. Namanya apa kek, mau dewan atau lainnya, tapi harus ada pengawasan yang melekat nempel di struktur, bukan di luar struktur,” kata Romli saat dihubungi wartawan, Selasa (10/9).

BACA JUGA: Kader Muda NU Dukung Revisi UU untuk Kuatkan KPK

Namun, kata dia, untuk siapa yang duduk mengisi sebagai pengawas tentu dibicarakan lagi nantinya. Yang jelas, pengawas KPK tentu harus terdiri dari orang-orang berintegritas.

“Jangan nanti pengawas itu orangnya harus diawasi. Pertanyaannya sekarang siapa? Apa malaikat lagi atau setengah malaikat?” ujarnya.

BACA JUGA: Ratusan Mahasiswa Gelar Aksi Dukung Revisi UU KPK

Pada prinsipnya, Romli mengatakan, revisi UU KPK itu sudah suatu kenicayaan. Karena, seperti kendaraan yang sudah beroperasi selama 17 tahun, harus ada perbaikan agar dapat berfungsi dengan baik. 

“Gubernur saja tuh Anies Baswedan mobil di atas 10 tahun tidak boleh masuk Jakarta. Kenapa? Karena bisa kecelakaan. Nah ini sama, perilaku pimpinan KPK sudah terbiasa megang mobil yang butut, kemudian dianggap seperti biasa,” jelas dia.

BACA JUGA: Revisi UU KPK untuk Meluruskan yang Bengkok

Di samping itu, Romli juga menyoroti tentang penyadapan. Menurut dia, penyadapa ini perlu direvisi mengenai prosedur. Karena, ada beberapa syarat terkait KPK bisa melakukan penyadapan.

“Siapa objeknya, siapa subjek, apa masalahnya, berapa lama disadap, kepada siapa harus bertanggungjawab. Nah, mekanisme ini tidak ada di KPK, ini blong,” katanya.

Kemudian, kata dia, operasi tangkap tangan (OTT) juga menjadi polemik. Menurut dia, operasi tangkap tangan itu dimulai dari penyadapan. Jadi, gaya KPK itu sadap dulu baru diintip orang tersebut.

Padahal, Romli mengatakan, apabila KPK sudah menyadap seseorang dan tahu akan terjadi suatu peristiwa dugaan tindak pidana korupsi. Maka, harusnya KPK langsung menghubungi pimpinannya agar bisa dicegah dan berhenti.

Akan tetapi, Romli melihat koordinasi KPK sangat buruk sehingga menunggu sampai terjadinya suatu peristiwa tindak pidana korupsi. Harusnya, kata dia, KPK dijadikan sebagai lembaga yang terhormat.

“Misal nih sadapan gue, berhentiin dong, kalau enggak gue tangkap. Nah ini enggak, koordinasi tidak ada tungguin kali aja dapat kakap. KPK tidak begitu, lembaga terhormat dibikin tidak terhormat. Kenapa tidak dikasih tahu? Harusnya pencegahannya, makanya saya bilang pencegahannya amburadul. Tidak paham,” kata dia. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler