Dukungan Golkar Berbau Lumpur Lapindo

Kecurigaan Kubu Penolak Kenaikan Harga BBM

Kamis, 05 April 2012 – 06:36 WIB

JAKARTA - Tingginya dinamika politik menuju penambahan pasal 7 ayat 6a pada UU APBNP 2012 (sebagai dasar kenaikan harga BBM) dalam sidang paripurna DPR 31 Maret lalu memunculkan spekulasi. Keberadaan pasal 18 pada UU yang sama menyangkut alokasi dana APBN untuk penanggulangan korban lumpur Lapindo di Sidoarjo mulai dikait-kaitkan dengan dukungan Partai Golkar untuk pasal 7 ayat 6a.

Seperti diketahui, keberadaan pasal 7 ayat 6a yang akhirnya lolos setelah melalui proses voting membawa konsekuensi bahwa pemerintah bisa menaikkan harga BBM dengan syarat-syarat tertentu. "Saya tidak tahu ya. Tapi, di rapat paripurna saat pengesahan UU itu tidak muncul dan tidak dibahas sama sekali pasal 18 tersebut," kata Wasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq di gedung DPR, Rabu (4/4).

Padahal, lanjut dia, konsekuensi atas keberadaan pasal 18 tersebut juga serius. Sebab, pemerintah akan kembali terbebani kewajiban membayar para korban lumpur Lapindo di luar peta terdampak. "Di sisi lain, kewajiban (PT) Lapindo terhadap korban di wilayah terdampak juga belum selesai," imbuh Mahfudz.

Pada pasal 18 memang diatur bahwa akan ada alokasi dana kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta terdampak di tiga desa, yakni Siring, Jatirejo, dan Mindi.

Selain itu, tersedia dana untuk bantuan kontrak rumah dan tunjangan hidup, biaya evakuasi, serta pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan RT di tiga desa. Semua itu akan ditetapkan melalui peraturan presiden (perpres).

Mahfudz mengatakan, tidak terlalu sulit mengaitkan lolosnya pasal 18 tersebut dengan sikap Fraksi Partai Golkar di DPR. Apalagi, jika dikaitkan dengan lolosnya opsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang diajukan Golkar, yaitu 15 persen dan berlaku 6 bulan. "Mengapa pemerintah dan kubu Fraksi Partai Demokrat lantas mendukung usul Golkar tersebut? Tidak tertutup kemungkinan ada kaitannya dengan pasal 18 itu," tandas ketua komisi I tersebut.

Dia juga memaparkan, banyak kejanggalan dalam proses lobi menjelang pengambilan keputusan di sidang paripurna. Menurut Mahfudz, meski juga sebagai anggota koalisi, partainya tidak diajak ikut serta dalam lobi tersebut. "Ada kejanggalan, kenapa perlu ada lobi setengah kamar saat itu" Ini aneh dan mengundang pertanyaan," katanya lagi.

Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani juga mencurigai keberadaan pasal itu terkait dengan deal antara Demokrat dan Golkar. Menurut Muzani, pasal tersebut lolos dari pantauan karena fraksinya sibuk memperjuangkan pasal penolakan kenaikan harga BBM. "Saat itu kami konsen di pasal 7 ayat 6a," kata Muzani.

Menurut Muzani, dalam kasus lumpur Lapindo, pemerintah tidak tepat harus mengganti kerugian warga di luar peta terdampak. Sebab, peristiwa itu muncul karena kelalaian perusahaan. "Negara tidak bisa menanggung kerugian korban," tegasnya.

Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengaku tidak tahu-menahu tentang keberadaan pasal itu. Saat ditanya atas dugaan kompromi politik itu, Priyo memilih menghindar dengan jawaban sekenanya. "Saya GTM saja, gerakan tutup mulut, karena saya belum baca," ujarnya. (dyn/bay/c2/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suara PAN di Jakarta Pecah Jadi Tiga


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler