jpnn.com - Konon, air dari Aek Sipitu Dai punya kasiat cukup beragam. Mulai untuk bayi, enteng jodoh, kehamilan, sampai karir. Dua tahun terakhir pintu masuk digembok agar kesakralan tak ternoda ulah pengunjung.
MASRIA PANE - Samosir
BACA JUGA: Harus Ada Aturan Agar Tujuh Naga di Sekitar Danau Toba Rukun
’’BAGAIMANA rasanya?’’ tanya Pasogit Limbong kepada Jawa Pos.
Setangkup air dari pancuran baru saja berpindah dari tangan ke mulut. Rasanya tak seperti air mineral pada umumnya. Terasa agak asam.
’’Rasanya memang bisa beda di lidah masing-masing orang,’’ kata Pasogit lagi.
Pada siang di akhir Juni itu, kami tengah berada di kompleks Aek Sipitu Dai di Desa Sipitu Dai, Pulau Samosir, Sumatera Utara. Sesuai dengan namanya, ada tujuh sumber mata air di sana.
Ketujuhnya berada dalam satu sumur. Airnya lantas mengalir ke tujuh pancuran. Dengan rasa yang berbeda-beda.
Konon, menurut Pasogit yang berdomisili tak jauh dari Aek Sipitu Dai, kalau ada yang berniat tidak bagus, airnya tak akan berasa apa-apa.
Kalau kemudian ada begitu banyak orang rela menempuh jarak 60 kilometer dari Tomok, ibu kota Kabupaten Samosir, ke sumber air di Desa Limbong tersebut, itu karena diyakini airnya berkhasiat. ’’Daya saktinya’’ pun beragam. Berbeda di tiap pancuran.
Jawa Pos termasuk beruntung tak mengalami kesulitan masuk setelah menjelaskan maksud kedatangan. Puluhan pengunjung lain yang masing-masing telah membawa botol terhenti di depan pintu masuk yang digembok.
Menurut Pasogit, gembok tersebut dipasang sejak dua tahun silam. Itu dilakukan karena warga setempat khawatir pengunjung bermain-main di ruang ritual.
Di ruangan tersebut, sebuah pohon besar yang disebut dabi-dabi langsung menyambut begitu pintu dibuka. Bentuknya hampir mirip pohon beringin.
Kalau ingin merasakan khasiat air dari Aek Sipitu Dai, pengunjung diwajibkan mengikuti ritual di ruang tersebut. Ke sana pula Pasogit membawa Jawa Pos sebelum melihat ketujuh sumber mata air. Memanjatkan doa sambil meletakkan jeruk purut dan sirih di antara tujuh mangkuk putih di sana.
Ada total tujuh pancuran di kompleks Aek Sipitu Dai. Terbagi menjadi empat di area perempuan dan tiga sisanya di area laki-laki. Kedua bagian terpisah tembok.
Yang dicicipi Jawa Pos tadi air dari pancuran kedua di bagian perempuan. Khasiatnya, konon, enteng jodoh.
’’Gadis yang belum dapat jodoh ambil air atau mandi di pancuran ini (menunjukkan pancuran yang kedua),’’ ujar Pasogit.
Sedangkan pancuran pertama di area perempuan berkhasiat untuk anak bayi yang belum punya gigi. Yang ketiga buat perempuan hamil. Dan, keempat, untuk bidan.
Antara pancuran pertama dan kedua, terdapat jarak yang cukup jauh. Ada sebuah batu besar yang memisahkannya.
Menurut Pasogit, itu tempat pakaian kalau mau mandi. Namun, hanya perempuan yang tidak ingin hamil lagi yang diperbolehkan meletakkan pakaian di sana.
’’Yang hamil nggak boleh. Kalau nggak, bayinya nggak keluar. Gitu juga kalau yang gadis, nggak bisa hamil kalau pakaiannya diletakkan di sana,’’ terangnya.
Sebelum keluar dari pancuran areal perempuan, Pasogit menunjukkan batu lainnya. Batu itu untuk mengolah jeruk purut dan kelapa jamuran menjadi sampo dan sabun.
’’Di sini ditumbuk-tumbuk sampai halus jeruk purut sama kelapa jamuran tadi,’’ terangnya.
Orang Batak di sana dulu memang tidak mengenal sampo dan sabun. Karena itu, jeruk purut dan kelapa jamuran itulah yang digunakan saat mandi.
Samosir, tempat Aek Sipitu Dai berada, adalah pulau di tengah Danau Toba. Dari Tomok, menuju sumber air tersebut, tak ada kendaraan khusus. Biasanya disarankan menyewa mobil atau motor.
Pasogit lantas mengajak Jawa Pos ke area pancuran laki-laki. Ada tiga pancuran air di sana. Mulai dari pintu masuk, pancuran pertama untuk nagari atau raja bius (penentu adat di sana).
Hingga saat ini, Pasogit mengaku raja bius masih aktif di desanya. Jadi, jika ada calon pejabat dari kota untuk meminta ’’kesuksesan’’, mereka bisa mengambil air bersama raja bius.
’’Kayak Bupati Dairi sekarang, dia ambil air ke sini dulu. Begitu juga dengan gubernur kami yang masuk penjara, Pak Gatot (Pujo Nugroho),’’ katanya.
Gatot adalah mantan gubernur Sumut yang pada Maret lalu divonis empat tahun penjara dalam kasus ’’uang ketok’’ DPRD Sumut.
’’Dulu Pak Gatot janji kalau menang datang ke sini lagi. Entah karena nggak datang lagi ke sini, dia jadi masuk KPK, kita nggak tahu,’’ katanya.
Selanjutnya, pancuran kedua untuk doli (semacam rumpun marga), yakni marga Naimarata. Terdiri atas marga Sariburaja , Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Silau Raja.
Sementara itu, pancuran ketiga digunakan untuk menantu. Yakni, lelaki yang menikahi perempuan keturunan Naimarata.
Jalanan menuju Aek Sipitu Dai dari ibu kota Samosir tergolong ’’tak ramah’’. Selain berkelok-kelok, masih banyak yang berbatu, tidak diaspal. Silap sedikit, Danau Toba dan jurang sudah menunggu.
Namun, kesulitan itu terkompensasi pemandangan elok di kanan-kiri. Mulai bukit, sawah, rumah bolon (rumah adat Batak), dan Danau Toba.
Meninggalkan area pancuran laki-laki, yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba: Pasogit membawa Jawa Pos ke tujuh mata air di dalam sumur. Tapi, karena kondisi sumur tengah tidak kering, yang tampak hanya tiga.
Menurut Pasogit, ketujuh mata air masing-masing mengeluarkan air di satu sumur itu. Artinya, ketujuh air bergabung menjadi satu. Tapi, saat keluar dari pancuran, rasanya berbeda-beda, menjadi tujuh rasa. ’’Di situ keajaibannya,’’ terangnya.
Untuk melihat jelas ketujuh mata air, sumur harus dikeringkan dulu. Biasanya, warga Sipitu Dai melakukannya setiap tiga bulan. Dengan harus didahului ritual.
Itu adalah bentuk kearifan lokal setempat untuk menghormati dan menjaga alam. Dan, itu lumrah dipraktikkan berbagai masyarakat adat di penjuru tanah air.
Itu pula yang membuat mereka menggembok pintu masuk. Mereka sangat khawatir ada pengunjung yang bisa celaka kalau sampai menodai kesakralan tempat ritual.
’’Pernah ada yang melecehkan tempat ini, mobilnya nggak bisa naik. Mundur masuk selokan, padahal mobilnya baru,’’ terangnya.
Tentu terserah kepada masing-masing orang untuk memercayainya atau tidak. Seperti juga terhadap khasiat air dari Aek Sipitu Dai.
Yang jelas, penulis sudah mencicipi dan ternyata airnya berasa asam. Air dari pancuran kedua area perempuan tersebut tidak seperti air pada umumnya. Apakah itu berarti bakal enteng jodoh? Hehehe... (*/c5/ttg)
Redaktur & Reporter : Soetomo