Asia Pacific Rainforest Summit ke-3 di Yogyakarta:

Dunia Mengapresiasi Cara Jokowi Menjaga Hutan Tropis

Selasa, 24 April 2018 – 09:55 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar bersama Menteri Lingkungan Hidup SIngapura pada Konferensi Tingkat Tinggi Hutan Hujan Asia Pasifik ke-3, di Yogyakarta, Senin (23/4). Foto: Humas KLHK

jpnn.com, YOGYAKARTA - Keberhasilan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), penurunan angka deforestasi, dan berbagai langkah koreksi yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam tiga tahun terakhir, telah menempatkan Indonesia sebagai contoh bagi negara lainnya di dunia dalam mengelola hutan hujan tropis.

“Indonesia telah melakukan pekerjaan terbaik, membawa negara-negara satu kawasan menjaga hutan yang semakin kritis dan menjalankan perjanjian Paris dengan penuh komitmen. Secara pribadi saya ucapkan terima kasih,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Energi Australia, Josh Frydenberg saat menjadi pembicara pada pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Hutan Hujan Asia Pasifik (Asia Pacific Rainforest Summit - KTT APRS ) ke-3, di Yogyakarta, Senin (23/4). KTT ini akan berlangsung hingga Rabu, 25 April besok.

BACA JUGA: 4.951 ton Sampah Berhasil Dikelola Selama Awal 2018

KTT ini digelar guna mendukung Perjanjian Perubahan Iklim Paris, serta mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan di kawasan Asia Pasifik. Pertemuan ini mengangkat tema 'Melindungi Hutan dan Masyarakat, Mendukung Pertumbuhan Ekonomi’.

BACA JUGA: Karnaval Bumi, Masyarakat Diingatkan Cinta Lingkungan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar bersama Menteri Lingkungan Hidup Brunei Darussalam pada KTT Hutan Hujan Asia Pasifik ke-3, di Yogyakarta, Senin (23/4). Foto: Humas KLHK

Delegasi dari sekitar 20 negara pemilik hutan hujan tropis di Asia-Pasifik hadir dalam KTT ini guna membahas arah kebijakan pelestarian hutan hujan tropis dunia. Hutan hujan tropis terbentang seluas 740 juta hektare sepanjang Asia-Pasifik, dan berkontribusi penting memberi kehidupan bagi sekitar 450 juta manusia di dunia.

BACA JUGA: Hari Kartini, Menteri Siti Jadi Pemenang Kebaya Terbaik

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya saat hadir sebagai tuan rumah sekaligus pembicara kunci mengatakan hutan Indonesia memberi kontribusi sebesar 17,2 persen dari target NDC, yaitu mengurangi 29 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada 2030.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintahan Presiden Jokowi telah melakukan berbagai langkah koreksi dalam penyelamatan hutan hujan tropis, dan memegang penuh komitmen pada perjanjian Paris. Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia berhasil mengurangi deforestasi dari 1,09 juta Ha tahun 2015 menjadi 0,61 juta Ha tahun 2016 dan 0.479 juta ha tahun 2017.

“'Kita berupaya menurunkannya menjadi 0,45 juta Ha pada 2020, hingga 0,35 juta Ha pada 2030,'' ungkap Menteri Siti.

Capaian angka tersebut optimis bisa dicapai, karena adanya kerjasama multipihak mulai dari di tingkat tapak, hingga kerja bersama secara Nasional. Untuk mensejahterakan masyarakat sekaligus menjaga hutan tetap lestari, Indonesia kini menggencarkan program perhutanan sosial seluas 12,7 juta Ha.

Melalui program ini terjalin kemitraan pemerintah dengan masyarakat melalui skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan.

''Perhutanan Sosial memberikan akses legal kepada masyarakat selama 35 tahun dan dikelola oleh kelompok tani hutan. Negara hadir melalui pembentukan kelembagaan, tata kelola hutan dan tata kelola usaha,'' jelas Menteri Siti.

Untuk penerapan pengelolaan hutan produksi secara lestari, Indonesia telah mengaplikasikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), berfungsi memastikan produk kayu dan bahan bakunya diperoleh dari sumber yang memenuhi aspek legalitas.

Indonesia menjadi negara pertama dan satu-satunya di dunia yang menerbitkan lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) terhadap produk kayu yang diekspor ke Uni Eropa.

Penanganan Karhutla

Pemerintah juga merespon cepat penanganan Karhutla dengan meningkatkan kepatuhan para pihak, terutama sektor swasta. Serta mengeluarkan berbagai kebijakan seperti moratorium izin di lahan gambut. Hal terpenting lainnya adalah langkah penegakan hukum lingkungan yang konsisten. Dalam urusan pembiayaan, investasi dan perdagangan pada bidang kehutanan, juga telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup.

“Berbagai kebijakan ini dilakukan Pemerintah Indonesia sebagai komitmen politik dan untuk menjaga segenap rakyat Indonesia,'' tegas Menteri Siti.

Sementara itu, Director General Centre for International Forestry Research (CIFOR), Dr. Robert Nasi menyatakan pihaknya memberi dukungan penuh bagi pemerintah Indonesia dalam merehabilitasi dan mengkonsevasi kawasan-kawasan gambut Indonesia pasca kerusakan akibat Karhutla tahun 2015 lalu.

KTT APRS III melibatkan peneliti-peneliti hutan, lahan gambut, mangrove dan karbon biru, kehutanan masyarakat, ekowisata dan konservasi, hutan produksi, investasi, dan perdagangan. Hadir juga pada kesempatan ini para Menteri dan Duta Besar dari negara sahabat, organisasi swasta, Akademisi, juga pihak swasta. Blue Carbon Economy, juga menjadi konsen pada pertemuan ini dengan kehadiran enam negara pemilik kawasan mangrove terbesar dunia. Mangrove memegang peran penting dalam meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir, sekaligus mencegah terjadinya abrasi.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesan Menteri Siti untuk Para Kartini Masa Kini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler