E-Budgeting, Jokowi dan Ahok Dianggap Kebiri Fungsi Legislatif

Rabu, 18 Maret 2015 – 06:43 WIB
Ahli Hukum Tata Negara, Margarito Kamis. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Sistem penyaringan anggaran e-budgeting yang dicetuskan Presiden Joko Widodo dan rekannya Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mendapat pujian sekaligus kritik dari berbagai kalangan.

Menurut Ahli Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, sistem itu mengurangi fungsi parlemen yang seharusnya mengurus anggaran.

BACA JUGA: Disdik DKI Klaim KJP tak Terganggu Kisruh APBD

"Peran legislatif dalam pembahasan anggaran sangat penting untuk mengimbangi pemerintah agar tidak berubah jadi otoriter," ujar Margarito dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Jakarta, Rabu (18/3).

Margarito juga tidak sependapat dengan istilah yang dilontarkan Ahok mengenai 'dana siluman' dari DPRD DKI Jakarta
dalam konteks kisruh APBD 2015.

BACA JUGA: Ahok Beber Kelakuan Anggota DPRD Anak Pejabat Pemda DKI

Pasalnya, kata dia, jika ada anggaran 'sengaja' masuk draf APBD di luar yang sudah disepakati Pemprov-DPRD DKI, maka yang harus disalahkan adalah Pemprov DKI. Ditambah ulah Ahok yang menyerahkan draf APBD yang bukan hasil kesepakatan dengan dewan ke Kemendagri.

"Harusnya yang diserahkan itu yang sesuai kesepakatan dengan DPRD. Kalau pakai yang sebelumnya tidak disepakati ya Pemprov DKI yang salah," sambung Margarito.

BACA JUGA: Ahok Sebut Mantan Dirut PT Jakpro ‎Bisa Jadi Tersangka

Dia juga mendukung hak angket untuk memperbaiki masalah tersebut. Kritik juga datang dari Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi. Aktivis yang dulu vokal melayangkan berbagai protes di zaman Presiden SBY ini mempertanyakan fungsi legislatif berupa penganggaran dan pengawasan yang dianggapnya dikurangi melalui sistem e-budgeting tersebut.

"E-budgeting adalah program yang dirancang agar eksekutif berjalan tanpa ada kontrol parlemen," ujar Adhie.

Program itu sebenarnya, kata Adhie, merupakan bentuk dari standarisasi yang dipakai organisasi seperti Bank Dunia untuk mengawasi dana yang dipinjamkannya ke pemerintah negara-negara seperti Indonesia.

Namun dengan sistem itu di Indonesia, sambung mantan Jubir Presiden Gus Dur tersebut, pemerintah dibuat untuk tak lagi perlu mengindahkan usulan legislatif dalam pembahasan anggaran. Tak hanya itu, ia juga tidak sependapat bahwa e-budgeting adalah bentuk transparansi anggaran.

"Katanya bakal bisa dilihat oleh masyarakat dengan dipampangkan di website. Tapi apa gunanya kalau kunci anggaran tetap dipegang oleh mereka (eksekutif) sehingga bisa mereka utak-atik kapan saja itu anggaran karena tanpa ada pengawasan legislatif," tandasnya.(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lulung: Biar Allah Memaafkan Kaka Slank


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler