E-Commerce TTI, Dekatkan Petani dan Konsumen

Senin, 03 Juni 2019 – 22:49 WIB
Toko Tani Indonesia (TTI). Foto dok Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Gonjang ganjing harga produk pangan kerap membuat pemerintah harus menjadi ‘pemadam kebakaran’ mengatasi persoalan tersebut. Rendahnya harga di tingkat Petani atau produsen dan melonjaknya harga di tingkat konsumen, karena rantai pemasaran yang cukup panjang.

Untuk menjaga stabilisasi harga pangan dan memotong mata rantai distribusi komoditas pertanian, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah mengembang Toko Tani Indonesia (TTI) yang diharapkan produsen dan konsumen bisa  mendapatkan harga yang wajar.

BACA JUGA: Masa Cuti Lebaran, Kementan Kawal Ketat Pergerakan Pasokan Harga Cabai dan Bawang Merah

Dalam pengembangannya, pemerintah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk membuka TTI. Artinya, pemerintah hanya mengelola TTI Centre, sedangkan masyarakat umum bisa mengelola atau membuka TTI di wilayahnya masing-masing.

Untuk meningkatkan pelayanan TTI, pemerintah pun mengembangkan E-Commerce TTI. Dengan sistem online tersebut, produsen dan pengelola TTI dapat lebih mudah bertransaksi. Ibarat simbiosis mutualisme. Bagi produsen, baik petani maupun gabungan kelompok tani (gapoktan) tidak lagi kesulitan memasaran produknya. Sedangkan pengelola TTI juga lebih mudah mendapatkan barang.

BACA JUGA: BKP Kementan Pantau Harga Pangan di Kota Pekanbaru

“Aplikasi E-Commerce TTI ini bisa diunduh di Playstore dengan nama Toko Tani Indonesia,” kata Manajer TTIC, Inti Pertiwi Nasywari di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Namun lanjutnya, aplikasi tersebut saat ini hanya untuk pengelola TTI dan produsen (petani dan gapoktan). Jadi sifatnya masih B to B (Business to Business), bukan B to C (Business to Customer).

BACA JUGA: Menteri Amran Larang ASN Kementan untuk Terima Bingkisan Lebaran

“User name aplikasi ini hanya diberikan kepada produsen atau gapoktan dan pengelola TTI,” katanya.

Inti menambahkan, pihaknya saat ini juga tengah membangun aplikasi B to C yang nantinya diharapkan lebih mudah mempertemukan produsen atau pengelola TTI dengan konsumen.

Data TTIC selama 2018 ada sebanyak 1.173 yang mengunduh aplikasi tersebut, baik petani, gapoktan maupun pengelola TTI. Bahkan tahun lalu nilai transaksi E-Commerce mencapai Rp 8,6 miliar. Sedangkan tahun ini hingga Mei 2019 sudah mencapai Rp 3,5 miliar.

“Kami harapkan hingga akhir tahun nilai transkasi E-Commerce akan lebih tinggi dari tahun lalu,” ujarnya.

Inti yang juga Kepala Bidang Distribusi Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian mengatakan, saat ini aplikasi E-Commerce TTI masih sebatas untuk komoditas beras. Namun ke depan, pihaknya berencana mengembangkan untuk komoditas lainnya, seperti cabai dan bawang merah.

Banyak keuntungan aplikasi ini. Bagi produsen menurut Inti, lebih mudah memasarkan produknya. Sedangkan bagi pengelola TTI mendapatkan kepastian barang. Sebab, dalam aplikasi E-Commerce TTI ada pilihan seperti, waktu pengantaran barang, jenis moda transportasi dan nomor kontak masing-masing (gapoktan dan pengelola TTI).

“Karena ada nomor kontak, pengelola TTI dan gapoktan bisa saling bernegosiasi,” ujarnya. Keuntungan lainnya menurut Inti, dapat terlihat transaksi yang sedang berjalan, baik yang sedang proses, sedang berlangsung maupun sudah selesai transaksinya.

Data TTIC, saat ini transaksi terbesar berada di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat dan Banten. Penjual terbesar ke TTI adalah Gapoktan Sedulur Bae di Tangerang, Banten, selanjutnya Kelompok Tani Wangi Mekar dan Mulya Tani, Bogor. Sementara TTI yang order terbesar adalah Toko Sely di Tangerang dengan jumlah transaksi sebanyak 19 kali atau sebanyak 9,5 ton beras.

Meski E-Commerce TTI mudah diaplikasikan, namun Inti mengakui, tidak semua petani (gapoktan) dan pengelola TTI melakukan transaksi. Di antara penyebabnya adalah terbatasnya kemampuan petani menggunakan aplikasi tersebut.

“Karena itu kami terus melakukan sosialisasi cara penggunaan aplikasi TTI. Pelatihan pun kita lakukan terpisah antara pengurus gapoktan dan pengelola TTI,” tuturnya.

Ke depan, Inti berharap, bukan hanya pengembangan E Commerce TTI B to C, tapi juga aplikasi B to B bisa menjalar ke wilayah lain, bukan hanya sebatas DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, tapi provinsi lainnya di Indonesia. Saat ini yang sudah mulai adalah Bali.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Khawatir Broker Bermain Harga Daging Jelang Lebaran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler