Ealah... Perceraian Marak, Janda Bertambah Banyak

Selasa, 10 Januari 2017 – 23:23 WIB
Grafis Herpriyanto/Radar Jogja Online

jpnn.com - jpnn.com - Perceraian di Kabupaten Bantul semakin menjadi tren. Hal itu terlihat dari tingginya angka perceraian yang ditangani pengadilan agama (PA) setempat.

Sepanjang 2016, jumlahnya perceraian yang ditangani PA Bantul mencapai 1.371 perkara. Angka itu meningkat 2,5 persen dibanding 2015 yang mencapai 1.363 perkara.
Humas PA Bantul Ahsan Dawi mengungkapkan, kasus perceraian didominasi pengajuan cerai oleh istri. Jumlahnya mencapai 941 perkara.

BACA JUGA: Nama Anak Nikita Mirzani Tetap Pakai Ukra

Sedangkan cerai talak atau atas permohonan suami mencapai 430 perkara. ”Tapi tidak semua perkara diputus oleh hakim. Kami tetap mengutamakan proses mediasi,” tutur Ahsan seperti diberitakan Radar Jogja.

Lebih lanjut Ahsan mengatakan, PA Bantul hingga akhir 2016 PA memutus 1.286 perkara. Rinciannya, 903 kasus gugat cerai dan 383 cerai talak.

BACA JUGA: Diceraikan, Fina Minta Mobil ke Mike DBagindas

Sebagian besar pemohon berusia 30-40 tahun. ”Ini tentu jadi ‘PR’ bersama untuk menekan tingginya perceraian,” lanjutnya.

Banyak faktor yang melatarbelakangi perkara perceraian. Mulai perselisihan terus-menerus, salah satu pasangan berpaling, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

BACA JUGA: Machica Mochtar setelah Cerai dari Moerdiono

Dari berbagai persoalan itu, faktor perselisihan paling mendominasi. Terutama, perselisihan yang yang bermula dari perselingkuhan ”Atau karena adanya pihak ketiga,” beber hakim madya pratama itu.

Dari 1.371 perkara yang ditangani PA, lanjut Ahsan, 60 di antaranya melibatkan abdi negara. Mulai aparatur sipil negara (ASN), personel TNI, hingga Polri.

Namun, angka perceraian di kalangan abdi negara di Bantul sepanjang 2016 menurun dibanding 2015. Jumlahnya 424 perkara.

”Penyebabnya juga hampir sama. Didominasi perselisihan terus menerus,” urainya.

Wakil Bupati Bantul Abdul Halim Muslih prihatin dengan tingginya angka perceraian di Bumi Projotamansari itu. Kendati begitu, Halim meyakini fenomena itu bukan karena faktor ekonomi, melainkan akibat faktor belum matangnya psikologi masing-masing pasangan.

Selain itu, kata Halim, penyebab perceraian juga minimnya pemahaman terhadap nilai-nilai agama. ”Sehingga mereka mudah membuat keputusan fatal (cerai),” ungkapnya.

Terkait perceraian di kalangan ASN, politikus PKB ini menengarai ada banyak sebab. Tapi, faktor kian terjaminnya kesejahteraan ASN  diduga paling mendominasi.

”Seorang ASN perempuan cenderung tidak begitu bergantung kepada suaminya,” tambah Halim mengilustrasikan.(zam/yog/mar/jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anang Curhat Lewat Separuh Jiwaku Pergi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler