jpnn.com, BANDUNG - Aisyiyah sebagai organisasi perempuan di Indonesia turut berperan mengawal generasi emas 2045.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnisa mengatakan, saat Indonesia berusia 100 tahun, maka 70% dari jumlah penduduknya adalah angkatan kerja atau usia produktif.
BACA JUGA: Apa Jadinya Bila Tubuh Kelebihan Gizi?
"Mulai saat ini kita harus bisa memastikan kesehatan terutama gizi agar menghasilkan angkatan kerja yang berkualitas dan menjadi generasi yang kreatif, inovatif, produktif dan berkarakter dan tidak menjadi beban bagi negara,” ujarnya saat penandatanganan kesepakatan kerja sama edukasi Pangan Sehat Gizi Seimbang antara Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Pengurus Pusat (PP) Aisyiyah Jawa Barat, Jumat (29/3).
Kegiatan edukasi tersebut akan dilaksanakan dalam bentuk talkshow dan lomba kreasi makanan sehat di beberapa kota di Indonesia.
BACA JUGA: Pentingnya Seimbangkan Gizi Makro dan Mikro
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan pemenuhan hak tumbuh, kembang, kesehatan, dan pendidikan anak pada masa sekarang menjadi faktor penting agar dapat memikul tanggung jawab sebagai pemimpin Indonesia pada masa depan.
BACA JUGA: 5 Jenis Makanan ini Ramah Bagi Penderita Asam Urat
BACA JUGA: Kualitas Gizi Krusial Bagi Daya Saing SDM Indonesia
“Saat kita sedang menghadapi bonus demografi juga dihadapkan pada masalah gizi buruk. Sebagian anak mengalami obesitas, sedangkan anak-anak lainnya mengalami hambatan pertumbuhan dan kekurangan berat badan. Jika hal ini tidak segera dihadapi, maka bonus demografi hanya akan menjadi beban bagi negara,” jelas Arif.
Dalam kesempatan itu, Arif kembali mengingatkan salah satu kendala dalam menciptakan generasi berkualitas adalah edukasi masyarakat khususnya ibu tentang gizi. Masih banyak masyarakat dan ibu yang belum teredukasi tentang asupan gula garam dan lemak.
"Hal itu terlihat dari temuan-temuan kami di lapangan di mana masih ada ibu-ibu yang memberi susu kental manis untuk asupan gizi anak. Padahal BPOM telah mengeluarkan aturan tentang penggunaan susu kental manis,” jelas Arif.
Persepsi masyarakat yang salah tentang susu kental manis (SKM) yang sudah dibangun hampir 100 tahun oleh produsen sangat sulit untuk berubah. Perlu usaha semua pihak untuk terus mengedukasi publik dan penegakan aturan.
"Bahkan setelah Perka BPOM keluar, produsen tetap berusaha menjaga persepsi yang salah tersebut melalui iklan dan strategi marketing yang inovatif," tambah Arif.
Dia mencontohkan, narasi iklan yang mengatakan SKM mengandung susu segar di setiap tetesnya. Dalam label masih ada visual keluarga meminum susu. Media iklan yang digunakan juga makin beragam dan langsung menyentuh konsumen seperti penggunaan videotron di mall, apartment dan lain-lain.
Kepala Bidang Informasi Komunikasi BPOM Jawa Barat Rusiana MSc menegaskan agar ibu selalu melakukan Cek KLIK saat membeli produk, yaitu cek kemasan, label, izin edar dan kadaluarsanya.
“Cek label susu kental manis saat membeli, apakah ada peringatannya? Peringatan ditulis dengan tinta merah, jangan berikan susu kental manis untuk bayi. Susu kental manis itu aman, tapi kita juga harus memperhatikan kandungan gizinya,” jelas Rusiana.
Lebih lanjut Rusiana mengatakan yang menyesatkan adalah iklan susu kental manis yang menyebutkan susu kental manis masih sebagai pengganti ASI, padahal sejatinya SKM adalah penambah rasa.
“Sejak zaman kolonial hingga milenial susu kental manis diiklankan sebagai susu pertumbuhan anak sehingga membentuk persepsi yang salah hingga sekian lama. Padahal, SKM sendiri kandungan gulanya sangat tinggi hingga 20 gram per sekali saji,” pungkas Rusiana. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Danone Komitmen dengan Tiga Hal Ini untuk Indonesia
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad