Efek Jokowi tak Besar Bukti Ditinggal Pendukung

Rabu, 09 April 2014 – 19:26 WIB
Calon Presiden Joko Widodo. Foto: JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Efek Jokowi ternyata tidak sebesar yang diperkirakan untuk mendongkrak perolehan suara PDI Perjuangan pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Berdasarkan sejumlah lembaga survei, target suara partai berlambang banteng bermoncong putih itu jauh dari yang diharapkan.

"Artinya hasil quick count yang ketat membuktikan bahwa ini murni merefleksikan hasil kerja pimpinan dan kader partai. Selain itu hasil ini mencerminkan kualitas organisasi ditambah dengan profil ketokohan dari para pimpinan partai dan caleg-calegnya," kata Arya Fernandes, ahli Statistik politik dari Charta Politika, Rabu (9/4).

BACA JUGA: Perintah Prabowo Caleg Jangan Tinggalkan Dapil

Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas), PDI Perjuangan menargetkan menang 27,05 persen. Tapi dalam pemungutan suara yang digelar Rabu (9/4), berbagai survei hanya menempatkan PDI Perjuangan meraih 19,13 persen. Butuh tambahan koalisi untuk mengusung calon presiden seperti yang disyaratkan harus minimal 20 persen suara sah nasional atau 25 persen perolehan kursi di DPR.

Dari hasil hitung cepat, Arya bisa menyimpulkan tiga hal. Pertama, pengalaman, kerja keras, dan soliditas partai menjadi faktor yang lebih menentukan dibandingkan figur capres.

BACA JUGA: Kertas Suara di 14 TPS di Bogor Tercoblos Seluruhnya Untuk PDIP

Kedua, efek Jokowi tidak besar bahkan cenderung menurun karena justru banyak ditinggalkan oleh pendukungnya setelah menerima pencalonan sebagai Capres PDIP. Namun demikian, tanpa Jokowi sebagai capres, perolehan suara PDIP bisa jauh lebih kecil lagi.

Ketiga, semua Partai kembali ke basisnya pemilih tradisionalnya masing-masing karena rakyat sudah tidak percaya kepada pencitraan semata-mata.

BACA JUGA: Megawati Masih Berharap PDIP Tembus 20 Persen

Namun yang lebih menarik kata Arya adalah tiga Calon Presiden (Capres) terkemuka dari tiga partai terbesar hasil hitung cepat yaitu Jokowi, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto. Kata dia, dengan sendirinya ketiga capres ini terangkat reputasinya.

"Yang lain mengikuti sesuai prediksi masyarakat sebelumnya, kecuali Partai Demokrat yang terpuruk perolehan suaranya di bawah Gerindra dan bisa disusul PKB atau PKS," katanya.

Menurutnya, ketiga Capres dari tiga Partai terkemuka akan segera sibuk untuk membentuk koalisi dengan partai lain. Satu alat tawar utama yang akan panas dinegosiasikan adalah posisi calon wakil presiden (Cawapres), diikuti dengan negosiasi jumlah kursi di kabinet sebagai alat tawar kedua.

Arya menagtakan cawapres yang populer di mata pemilih menjadi penentu mana koalisi partai yang akan memenangkan Pemilihan Presiden. Bahkan menurutnya, figur cawapres punya bobot lebih tinggi dibandingkan profil partai hasil quick count.

Partai menengah atau kecil, menurut Arya, kalau punya figur cawapres yang sangat populer bisa-bisa punya daya tawar yang lebih tinggi daripada partai yang lebih besar tapi tidak punya figur cawapres.

"Sebaliknya partai pemenang hasil quick count bisa jatuh koalisinya di Piplres jika tidak punya cawapres yang diinginkan rakyat. Kata kuncinya dari hasil Quick Count adalah pengalaman, kemampuan managerial partai, dan ketokohan yang menentukan partai pemenang," tambah Arya. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi: Saya Tidak Mau Koalisi, Tapi Kerjasama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler