jpnn.com, SURABAYA - Eiger Adventure (EIGER) menggelar perlombaam panjat dinding untuk Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) se-Jawa Timur yang berlangsung di Indofest, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (11/11).
Acara tersebut mendapatkan antusiasmr yang tinggi, puluhan Mapala dari berbagai kampus ikut mendaftar.
BACA JUGA: Hadir di Kustomfest 2023, Eiger Hadirkan Berbagai Produk Riding
Ada yang menumpang bus atau kereta dari kota lain menuju Surabaya, ada juga yang mengendarai sepeda motor dari kota-kota berjarak ratusan kilometer dari Surabaya.
Semua berkumpul di depan papan panjat bertuliskan EIGER, berlomba mencapai yang tercepat hingga puncak papan panjat.
BACA JUGA: Eiger Women: Let it Out! Perempuan Indonesia Bebas Berekspresi dan Berpetualang
Salah satu peserta, Ainur (21) mengaatakan pihaknya mendatangi acara tersebut karena ingin memguji kemampuannya.
“Kami datang karena ingin menguji kemampuan, bersaing dengan kawan-kawan mahasiswa lain,” ujar mahasiswa dari Kampus UPN Veteran Jawa Timur itu.
BACA JUGA: Ekspedisi EIGER: 17 Tim Pendaki Wanita akan Kibarkan Merah Putih di Puncak 17 Gunung
Proses kualifikasi pun berlangsung ketat, sejak pagi hingga sore, bergiliran satu persatu peserta mahasiswa dan mahasiswi bergantian, mencapai puncak dalam waktu yang tercepat.
Seluruh sistem perlombaan, jalur panjat, dan alat keamanan yang terpasang adalah kolaborasi EIGER Climbing Club Surabaya dan Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Surabaya.
Galih Donikara, penanggung jawab EIGER Speed Climbing Competition mengatakan, di Indofest Surabaya EIGER mengajak Mapala se-Jatim untuk kembali melahirkan atlet panjat Indonesia dari organisasi Mapala.
“Karena olahraga ini semakin dekat dengan masyarakat, atlet panjat Indonesia lahir dari banyak jalur, bahkan di tempat gym saja sekarang ada papan panjat. Lewat lomba panjat antara Mapala se-Jatim ini, kami ingin mengembalikan ruh itu, bahwa Mapala bisa menciptakan atlet panjat hebat,” ungkap Galih Donikara.
Menjelang sore, babak final berlangsung ketat. Jarak waktu yang tercatat di papan penghitung, hanya berjarak beberapa detik antar pemanjat.
Dari kategori speed classic putra dan speed classic putri yang dilombakan, muncul masing-masing tiga nama finalis.
“Masuk final enggak nyangka banget. Padahal persiapan kami baru sebentar. Padahal ini juga bukan jadi hobi saya. Pas jadi mahasiswa baru coba masuk Mapala, coba panjat, eh kok ketagihan, daftar lomba kok malah masuk final,” kata Dwi Deska Wulandari, Mahasiswi asal IAIN Ponorogo yang terpilih hingga fase final, dan akhirnya mendapat podium juara tiga.
Galih Donikara mengatakan, laga final yang seru menghadirkan tiga atlet panjat laki-laki.
Usianya masih hitungan 19 dan 20 tahun, tetapi kecepatan dan ketangguhan pemanjat profesional sudah tampak.
“Juara satu dari kategori laki-laki akhirnya dimenangkan oleh Krisna Saputra Hidayat dari Impafe (Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Ekonomi) Universitas Panca Marga Proboliggo. Sementara juara dua dari kategori perempuan dimenangkan oleh Sheila Kartikaning Anggraeni asal dari MUPALAS Universitas Muhammadiyah Surabaya,” ujar Galih.
Krisna Saputra Hidayat, pemegang catatan tercepat dan mendapatkan medali emas dalam ajang kejuaraan ini mengatakan, sudah sejak usia 13 tahun dia memang bercita-cita jadi atlet panjat profesional.
Berangkat dari Probolinggo menggunakan sepeda motor membonceng kawannya, Krisna bisa bawa pulang medali emas.
“Alhamdulillah, saya bisa bawa pulang medali emas ke Probolinggo. Saya gabung di Mapala untuk meneruskan hobi dan cita-cita jadi atlet panjat profesional,” pungkas Krisna. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 80 Peserta Eiger MJC 2023 Diasah Kemampuan Menjelajahi Hutan dan Gunung Merbabu
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian