Ekonom: Ekonomi Indonesia akan Tetap Kuat di Tahun Politik

Rabu, 08 Februari 2023 – 05:03 WIB
Presiden Jokowi bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: Kemenko Perekonomian

jpnn.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2022 sebesar 5,3 persen. Pertumbuhan ini sangat impresif dan paling tinggi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Kinerja impresif perekonomian ini diprediksi akan berlanjut meskipun memasuki tahun politik.

BACA JUGA: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Naik, Kinerja Menko Airlangga Patut Diapresiasi

Hal itu disampaikan Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah di Jakarta, Selasa (7/2).

Menurut Piter, perhelatan pesta demokrasi akan banyak aktivitas politik yang meningkatkan konsumsi domestik.

BACA JUGA: Diskusi Panel TaxPrime 2023, Bahas Pertumbuhan Ekonomi Terkait Perpajakan

Tahun politik ini tentu banyak aktivitas politik sehingga akan meningkatkan permintaan domestik. Banyak belanja politik seperti bikin spanduk dan lain-lain yang akan meningkatkan perputaran uang dan pada akhirnya meningkatkan konsumsi,” kata Piter.

Di tengah pelemahan ekonomi dunia, Indonesia memang cukup resilience dan mampu bertumbuh.

BACA JUGA: Punya Kinerja Positif dan Segudang Prestasi, Airlangga Layak Dicapreskan KIB

Pertumbuhan yang tinggi didukung oleh pulihnya konsumsi seiring pandemi yang mereda bahkan PPKM sudah dicabut.

"Sementara investasi meningkat. Target investasi dari Kementerian Investasi tercapai. Di sisi lain, di tengah tingginya harga komoditas Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan tertinggi sepanjang sejarah,” ujar Piter.

Piter memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2023 masih menjanjikan.

“Pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diperkirakan pada kisaran 4,75 persen - 5,25 persen. Meskipun perekonomian global diyakini melambat tetapi perekonomian Indonesia tetap akan tumbuh positif didorong oleh permintaan domestik dan tingginya harga komoditi. Harga komoditi akan turun tetapi tetap lebih tinggi dibandingkan periode sebelum 2020,” ujar Piter.

Untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi, Piter mengatakan pemerintah harus menjaga permintaan domestik atau bahkan memberikan stimulus agar permintaan domestik meningkat. Hal ini terutama dengan menjaga daya beli masyarakat.

“Di sisi lain pemerintah juga perlu mendorong investasi. Kebijakan hilirisasi adalah salah satu kebijakan yang sudah tepat dan perlu dilanjutkan,” tegas Piter.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2022 sebesar 5,3 persen. Pertumbuhan ini sangat impresif dan paling tinggi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Secara kumulatif di Tahun 2022 ekonomi mampu tumbuh di angka 5,31 persen, pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari angka pre Covid-19, yaitu yang rata-rata sebesar 5 persen sebelum pandemi dan ini merupakan angka yang tertinggi sejak masa pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo,” kata Menko Airlangga.

Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan pertumbuhan ekonomi didorong antara lain oleh sektor konsumsi, investasi, industri pengolahan dan pariwisata.

Stimulus Ekonomi

Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai tahun politik akan berpengaruh pada ekonomi. Apalagi jika Pemilu 2024 memakai sistem proporsional terbuka.

Eko menjelaskan pengaruh itu memang tidak terlalu besar jika dilihat secara makro. Namun, secara mikro akan cukup membantu sektor tertentu.

Tahun politik akan mendorong pertumbuhan sektor tertentu. Ekonomi dalam negeri akan terbantu terutama dari sektor-sektor industri yang berkaitan dengan hajat politik.

“Kalau dari sisi makro tentu ada, pembelanjaan dari kontestan akan masuk menggerakkan ekonomi. Seberapa besar? Mungkin tidak akan sangat besar. Artinya sampai ratusan triliun? Total, secara makro tidak begitu besar, tetapi walaupun secara makro tidak terlalu besar, menariknya pada sektor-sektor tertentu. Jadi, memacu menstimulus ekonomi, tetapi segmented,” terangnya.

Hajatan Pemilu 2024 akan berdampak pada sektor tersebut dengan catatan dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

"Dengan catatan sistem pemilu proporsional terbuka. Jadi, nama orang memengaruhi. Kalau gambar parpol, saya rasa tidak akan banyak. Jadi, mungkin dampak ekonominya lebih gede kalau terbuka saja. Jadi, nama orang yang mencalonkan yang dipasang,” ungkapnya.

Ditambah lagi, Pilpres 2024 tidak akan diikuti oleh petahana. Pasangan calon presiden-wakil presiden yang bakal maju adalah wajah baru.

Biasanya untuk kampanye terbuka akan berdampak pada industri kreatif melibatkan pelaku ekonomi kreatif.

“Apalagi ini calon presiden belum tertebak, semua baru. Itu akan lebih banyak pemberitaan, akan lebih dinamis,” pungkas Eko.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler