Ekonomi Dunia Krisis, Indonesia Siaga

Kamis, 16 Agustus 2012 – 21:02 WIB
JAKARTA--Dunia sedang merasakan hantaman krisis global. Melonjaknya harga pangan, tidak menentunya harga minyak, serta perubahan iklim ekstrem, memukul
telak perekonomian dunia saat ini. Negara-negara penopang perekonomian dunia seperti Cina, India, Amerika Serikat dan Jepang diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012 pun direvisi dari proyeksi sebelumnya 4 persen menjadi 3,5 persen, dengan risiko ke bawah (downward risk) yang makin
menguat. Pertumbuhan volume perdagangan dunia juga direvisi ke bawah dari perkiraan sebelumnya 4 persen menjadi 3,8 persen. Kondisi ini diperkirakan masih
membayangi perekonomian dunia hingga tahun 2013 mendatang.

Untuk itulah, Indonesia mewaspadai serta mengantisipasi dampak negatif sejak dini. Pemerintah pun telah menyiapkan lima (5) langkah untuk menghindari dampak buruk krisis global.

Pertama, dengan melakukan perubahan APBN 2012. Mengantisipasi dampak perlambatan ekonomi global dan gejolak harga minyak dunia, pemerintah Indonesia
memandang perlu menyediakan anggaran stimulus fiskal dengan memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk tambahan belanja infrastruktur.

"Selain itu kita juga sediakan tambahan anggaran subsidi energi untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak mentah dunia," ungkap Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam penyampaikan RAPBN 2013 beserta Nota Keuangannya di DPR RI, Kamis (16/8).

Kedua, dilakukan percepatan dan perbaikan penyerapan belanja, terutama belanja barang dan modal agar memberikan dampak yang lebih besar bagi kegiatan ekonomi.

Ketiga, koordinasi dan kewaspadaan bersama antara Pemerintah dengan otoritas moneter ditingkatkan, menghadapi berbagai tekanan yang mungkin muncul akibat krisis. Untuk ini, Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, serta Lembaga Penjamin Simpanan telah membentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan.

Keempat, Pemerintah bersama Bank Indonesia juga telah mempersiapkan strategi stabilisasi pasar Surat Berharga Negara (SBN). Kelima, Pemerintah juga telah
mempersiapkan fasilitas kedaruratan (contingency facility) secara bilateral dan multilateral, yang sewaktu-waktu siap dipakai untuk mengamankan kondisi pasar
domestik apabila diperlukan.

"Dengan langkah-langkah ini, disertai pengalaman mengatasi krisis pada tahun 2008 lalu, Insya Allah kita akan dapat mengamankan ekonomi nasional dari gejolak
ekonomi dan keuangan global," kata SBY optimis.

Faktor eksternal lainnya yang perlu diwaspadai adalah harga minyak mentah yang kian tidak pasti. Maret 2012 yang lalu, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sempat melambung menyentuh angka rata-rata US$128 per barel. Namun, sejak bulan April 2012,  harga ICP terus menurun hingga pada kisaran US$99 per barel pada bulan Juni 2012. Meskipun cenderung menurun, harga minyak dunia saat ini relatif masih tinggi, dan  tetap berpotensi memberikan beban yang cukup berat bagi APBN.

Dengan kondisi di atas, Presiden SBY sangat optimis Indonesia bisa bertahan dan terhindar dari dampak krisis. Untuk itu ditetapkan asumsi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2013, sekaligus sebagai basis perhitungan berbagai besaran RAPBN tahun 2013 adalah pertumbuhan ekonomi 6,8 persen; laju inflasi 4,9 persen; suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 5 persen; nilai tukar rupiah Rp9.300 per USD; harga minyak USD100 per barel; dan lifting minyak 900 ribu barel per hari.

"Selain keenam asumsi ekonomi makro tadi, mulai RAPBN tahun 2013, Pemerintah juga akan menggunakan lifting gas, sebagai salah satu basis perhitungan penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam selain minyak mentah. Lifting gas pada tahun 2013 mendatang kita asumsikan berada pada kisaran 1,36 juta barel setara minyak per hari," jelas SBY.(afz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia ke 16

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler