JAKARTA - Organisasi PBB yang mengurusi soal perburuhan, ILO, merilis Laporan Tren Sosial dan Ketenagakerjaan di Indonesia 2011. Dalam laporan terbarunya tersebut, ILO menguraikan bahwa Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat selama satu dasawarsa terakhir.
Namun, pertumbuhan dalam kegiatan ekonomi dan peluang kerja tidak tersebar secara merata di semua provinsi. Melainkan masih terpusat di Pulau Jawa dan Bali.
"Akibat perbedaan kondisi sosio-ekonomi dari satu provinsi dengan provinsi lain dan tata pemerintahan yang terdesentralisir, sangatlah penting untuk menganalisis tantangan penciptaan lapangan kerja dan mengembangkan kebijakan yang efektif," ujar Direktur ILO di Indonesia Peter van Rooijdalam di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, kemarin (22/3).
Ekonom ILO Kazutoshi Chatani menjelaskan, kurang dari 60 persen total angkatan kerja Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali. Terkait lapangan kerja, Kazu memaparkan Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan lapangan yang sangat bebreda.
Antara tahun 2006 hingga 2010, lanjut dia, saat kinerja pasar kerja umumnya meningkat, Kepulauan Riau dan Banten justu memperlihatkan tingkat pertumbuhan lapangan kerja yang sangat tinggi berkat ekspansi industri. Begitu pula dibeberapa provinsi di Sumatra, yaitu di atas angka rata-rata nasional 3,1 persen per tahun.
Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah hanya mengalami tingkat pertumbuhan yang stagnan. Sebaliknya, angka pertumbuhan lapangan kerja di provinsi-provinsi Jawa kecuali DKI Jakarta, lebih rendah dari angka rata-rata nasional.
Yang mengejutkan, Provinsi Papua mencapai tingkat pertumbuhan lapangan kerja tahunan rata-rata tercepat. "Namun, provinsi ini memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di negeri ini. Hal ini dikarenakan sebagian besar peluang kerja di provinsi ini masih bersifat informal. Sedangkan pekerjaan formal hanya sebesar 17,0 persen pada tahun 2010,"paparnya.
Kazu mengakui, berdasarkan hasil penelitian ILO, sebagian besar jenis pekerjaan yang ada di Indonesia masih bersifat informal. Pangsa pekerjaan informal pada 2001 adalah 61,5 persen, sementara pada 2010 menurun sedikit menjadi 59 persen. "Tapi secara umum, informalitas pekerjaan dengan tingkat lebih tinggi berada di provinsi-provinsi yang terletak di kawasan Indonesia Timur,"katanya.
Untuk kawasan Indonesia Timur, pemerintah juga mengakui bahwa perlu adanya pembangunan di kawasan tersebut, khususnya daerah pedesaan. Menurut Direktur Ketenagakerjaan dan Kesempatan Kerja, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rahma Iryanti, kondisi iklim dan lingkuang di kawasan tersebut memang kurang mendukung.
"Kalau lingkungan dan iklimnya tidak bagus akan memicu konflik. Yang perlu kita petakan adalah konflik, sehingga bagaiman income masyarakatnya stabil dan bisa lepas dari kemiskinan,"ujar Rahma.
Kazu menambahkan, untuk mengatasi persoalan di wilayah Indonesia Timur, masyarakat di sana harus mengembangkan sektor selain sektor pertanian. Dia mencontohkan provinsi Maluku, potensi pariwisatanya sangat besar.
"Kalau hanya bergantung dari sisi iklim ya hopeless. Masyarakat harus mengembangkan sektor lain, mungkin peternakan. Seperti Maluku, pariwisatanya bagus dan rakyat disana mengembangkan itu. Tapi kenapa pendapatannya masih kecil, karena Pemda tidak kembangkan hal-hal pendukung lainnya seperti SMK Pariwisata dan sebagainya,"imbuh dia. (ken/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendag Buka Lebar Peluang Investasi
Redaktur : Tim Redaksi