Ekonomi Indonesia Sudah Lampu Kuning Menjelang Merah Gegara Wabah

Jumat, 19 Juni 2020 – 23:58 WIB
Ekonom INDEF Dradjad H Wibowo dalam diskusi virtual bertema 'Menakar Nasib Ekonomi Indonesia' yang diselenggarakan Bincang Nalar (Binar), Jumat (19/6). Foto: screenshot YouTube

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad H Wibowo mengingatkan pemerintah benar-benar memprioritaskan penanganan pandemi penyakit virus corona 2019 (COVID-19).

Menurut Dradjad, pemerintah bisa fokus pada perekonomian jika pandemi global yang mendera Indonesia itu sudah terkendali. “Kuncinya sehat dahulu,” ujarnya dalam diskusi virtual bertema Menakar Nasib Ekonomi Indonesia yang diselenggarakan Bincang Nalar (Binar), Jumat (19/6).

BACA JUGA: Saran Mantan Petinggi BIN untuk Pemerintah soal Corona: Sebaiknya Meniru Singapura

Dradjad menambahkan, pemerintah harus memastikan angka kasus baru COVID-19 bisa ditekan. Mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara (BIN) itu menegaskan, orang-orang yang telanjur terkena COVID-19 juga harus disembuhkan.

“Kalau laju penularan terkendali, jumlah yang sembuh bertambah, ya ekonomi kita selamat juga,” ulas ekonom peraih gelar master dan doktor dari University of Queensland itu.

BACA JUGA: Cetak Uang

Ketika COVID-19 sudah terkendali, sambung Dradjad, langkah seanjutnya adalah menyelamatkan perekonomian. “Ekonomi kita sudah lampu kuning menjelang merah,” katanya.

Lebih lanjut Dradjad mengatakan, prioritas dalam perekonomian saat pandemi adalah menyelamatkan APBN. Sebab, kata dia, saat ini dana APBN terlalu cekak.

BACA JUGA: Anggap Menkeu Salah Bikin Prediksi, Misbakhun Khawatirkan Efeknya pada Jokowi

“Memang pemerintah berusaha menyelamatkan APBN juga, tetapi dengan utang. Itu yang saya kurang sepakat,” ulasnya.

Dradjad menegaskan bahwa pendapatnya itu bukan berarti dirinya anti-utang. Sebab, katanya, Indonesia memang belum bisa sepenuhnya meninggalkan utang dan membutuhkannya untuk pertumbuhan.

Namun, Dradjad juga mengkritik jurus pemerintah mencari pendanaan melalui utang. “Ini bukan tentang zero debt, tetapi sekarang ini utangnya kegedean, kemahalan dan enggak produktif,” katanya.

Oleh karena itu Dradjad mendorong pemerintah memaksimalkan sumber-sumber penerimaan. Salah satunya adalah melalui pajak maupun nonpajak.

Bagaimana dengan ide soal cetak uang atau quantitative easing (QE) yang belakangan bergulir? Dradjad justru mengkhawatirkan ide itu.

Mantan legislator Partai Amanat Nasional (PAN) di Komisi Keuangan dan Perbankan itu menjelaskan, saat ini rupiah tak begitu digdaya. Selain itu, mekanisme check and balances di Indonesia juga belum bagus sehingga kebijakan QE melalui cetak uang berpotensi diselewengkan penguasa.

Namun, Dradjad mengaku tak anti terhadap ide tersebut. Hanya, dia mewanti-wanti agar kebijakan itu menjadi pilihan terakhir.

“QE sebagai last resort, kejar dahulu sumber-sumber penerimaan yang masih ada,” katanya.

Lebih lanjut Dradjad mengatakan, banyak pihak menentang QE. Walakin, bisa saja opsi itu diambil jika kondisi perekonomian nasional sudah benar-benar berat.

“Ibaratnya kalau sudah hampir mati, pakai yang haram pun jadi halal,” tegasnya.(ara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler